Sumenep (beritajatim.com) – Kondisi PT Wira Usaha Sumekar (WUS), salah satu BUMD Sumenep menjadi sorotan karena pada 2025 tidak bisa menyetor ‘dividen’ ke daerah. Alasannya karena pemasukan hanya cukup untuk biaya operasional perusahaan.
Bidang usaha yang dikelola PT WUS saat ini adalah SPBU. Ada tiga SPBU yang dikelola, yakni SPBU di Kecamatan Kota, Kecamatan Lenteng, dan di Legung Kecamatan Batang-batang. Masih ditambah pom mini khusus solar di Kecamatan Nonggunong Pulau Sepudi, dan di Desa Tamberu Kecamatan Batumarmar Pamekasan.
Direktur Utama PT WUS, Zainul Ubbadi mengaku dirinya menyadari sepenuhnya tudingan miring yang menyatakan, bagaimana bisa rugi? Kan jual bensin yang sudah jelas ada untungnya karena ada selisih harga antara harga kulak dan harga jual.
Menurut obet, panggilan akrab Zainul Ubbadi, secara kasat mata, perkiraan orang-orang tersebut memang tidak salah. Namun untuk PT WUS, ada biaya lain yang harus ditanggung, yakni biaya penyusutan. Besarnya 0,5 persen per tahun.
“Jadi laba perusahaan masih digunakan untuk membayar biaya penyusutan itu. Kalau saja kami tidak harus membayar biaya penyusutan, pasti perusahaan kami untung. Keuntungannya bisa mencapai Rp 350 juta,,” ujarnya.
Kondisi keuangan perusahaan diperparah dengan piutang masa lalu PT WUS. Sesuai keputusan BPK, karena yang bersangkutan telah meninggal dan ahli waris tidak mempunyai kemampuan untuk membayar, maka BPK melakukan penghapusan hutang.
“Tapi penghapusan hutang itu bukan berarti hutangnya dianggap lunas. Penghapusan hutang itu di buku, jadi tidak lagi tertulis hutang. Tetapi secara kenyataan, PT WUS tetap harus melunasi piutang itu dengan cara dicicil. Kewajiban ini tentu saja menambah berat beban keuangan perusahaan,” ungkap Obet.
Karena itu, ia mengatakan bahwa salah satu cara agar PT WUS kembali bisa mendapatkan laba adalah dengan mengelola dana participating interest (PI) perusahaan migas yang pengeborannya masih aktif. Selama ini, PT WUS mengelola PI dari Medco Energy. Namun karena aktivitas pengeboran makin berurang, maka tidak ada lagi dana PI yang bisa dikelola PT WUS.
Untuk bisa kembali mengelola PI, PT WUS harus menyesuaikan dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Republik Indonesia nomor 37/2016, yang mensyaratkan pemerintah daerah wajib memenuhi paling sedikit memiliki saham 99 persen pada BUMD yang akan mengelola PI dan sisa kepemilikan sahamnya terafiliasi seluruhnya dengan pemerintah daerah.
Saat ini kepemilikan saham pemerintah daerah pada PT WUS sebesar 75,30 persen. Sedangkan saham lain yang dimiliki PT MMI sebesar 24,20 persen, Perumda Sumekar sebesar 0,45 persen, dan Agus Suryawan sebesar 0,05 persen.
“Karena itu kami memerlukan penyertaan modal untuk pembelian saham pihak lain, agar nantinya saham yang dimiliki Pemkab sebesar 99,5 persen. Itu baru bisa memenuhi syarat untuk kembali mengelola PI,” paparnya.
Ia menjelaskan, penyertaan modal itu bukan dalam bentuk suntikan dana, tapi untuk pembelian saham pihak lain. Artinya PT WUS tidak menerima uang dalam penyertaan modal ini.
“Itu sebabnya kami mengajukan penyertaan modal. Tapi sampai saat ini Raperda penyertaan modal ini belum dibahas DPRD Sumenep. Padahal pengajuan menjadi pengelola PI ini berbatas waktu,” ujarnya.
Sementara Wakil Ketua Komisi II DPRD Sumenep, Irwan Hayat membenarkan bahwa Raperda tentang Penyertaan Modal untuk PT. WUS hingga saat ini belum dibahas lebih lanjut, karena masih ada sejumlah pertimbangan di luar aspek administratif.
“Kami tidak menginginkan Perda ini jadi produk hukum yang malah menimbulkan dampak hukum. Karena itu, kita kaji secara mendalam. Jangan sampai juga sudah kadung keluar modal, tapi pemasukan dari dana PI tetap tidak ada,” tukasnya. [tem/suf]
