Digital Realty Tegaskan AI Butuh Data Center di Pusat Kota

Digital Realty Tegaskan AI Butuh Data Center di Pusat Kota

Bisnis.com, JAKARTA— Digital Realty menilai keberadaan pusat data (data center) di kawasan pusat kota (in-town) masih memiliki peran strategis, terutama untuk mendukung layanan berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang membutuhkan latensi rendah.

CFO Digital Realty, Krishna Worotikan, menjelaskan perkembangan teknologi AI telah mendorong peningkatan kebutuhan daya secara signifikan. 

Jika sebelumnya beban kerja non-AI hanya berada di kisaran 10 kilowatt, kini angkanya melonjak menjadi lebih dari 100 kilowatt. 

Kondisi ini menuntut ketersediaan dan distribusi daya yang jauh lebih besar, terutama dengan adanya perbedaan antara kawasan pusat Jakarta dan wilayah di luar kota.

Dia menambahkan, kebutuhan infrastruktur juga berbeda untuk setiap jenis beban kerja, seperti pelatihan AI (AI training) dan penerapan AI (AI inference).

“Untuk pelatihan AI, lokasi yang agak jauh dari pusat kota masih bisa digunakan. Tapi untuk penerapan AI di tahap produksi yang membutuhkan waktu respons cepat, pusat kota Jakarta menjadi pilihan untuk mengurangi latensi. Itu salah satu tantangannya,” kata Krishna dalam acara Citi Data Center Day Senin (27/10/2025).

Lebih lanjut, Krishna juga menekankan pentingnya mencari solusi berkelanjutan bagi kebutuhan daya dan pengelolaan panas yang dihasilkan pusat data. 

Dia mencontohkan beberapa inisiatif yang telah dilakukan Digital Realty di luar negeri. Salah satunya melalui proyek di kampus Frankfurt dan Seattle, di mana panas buangan dimanfaatkan kembali untuk mendukung fasilitas lain. 

Di Seattle, misalnya, kampus Amazon menggunakan sebagian panas dari pusat data Digital Realty sebagai sumber pemanas. 

Langkah ini tidak hanya membantu mengurangi panas buangan, tetapi juga menekan waktu dan energi yang sebelumnya dibutuhkan untuk mengatasinya, sehingga masalah tersebut kini berhasil diubah menjadi solusi.

Lebih lanjut, dia menyebut Singapura sebagai salah satu contoh penerapan energi hijau yang sudah berjalan efektif di kawasan Asia Tenggara.

“Mulai 2025, seluruh operasi kami di sana sudah 100% menggunakan energi terbarukan. Ada beberapa cara yang kami lakukan,” katanya. 

Krishna mengungkapkan untuk mencapai operasi berbasis 100% energi terbarukan di Singapura, Digital Realty menerapkan sejumlah langkah, mulai dari penggunaan biomassa hingga pemasangan panel surya di atap dua kampusnya, yakni. 

Sisa kebutuhan energi hijau dipenuhi melalui pembelian kredit karbon (public credits) sebagai kompensasi.

Dia menambahkan, upaya tersebut sejalan dengan regulasi pemerintah Singapura yang mewajibkan penggunaan energi terbarukan bagi operator pusat data baru. Menurutnya, Indonesia masih memiliki perjalanan panjang menuju target serupa, tetapi dapat banyak belajar dari pengalaman negara tetangga yang sudah lebih dulu menerapkannya.

Di sisi lain, Indonesia Data Center Provider Organization (IDPRO) memperkirakan dalam tiga hingga lima tahun mendatang, tren pembangunan pusat data di Indonesia akan bergeser dari kawasan pusat kota menuju wilayah pinggiran atau suburban.

Ketua IDPRO, Hendra Suryakusuma, mengatakan saat ini geliat pembangunan pusat data di pusat kota, khususnya Jakarta, masih sangat intens. 

Namun dalam jangka menengah hingga panjang, arah pengembangan akan beralih ke luar kota.

“Kita juga tidak bisa mengabaikan bahwa dalam mungkin jangka menengah, menengah itu artinya 3–5 tahun ya, hingga panjang itu 10 tahun, akan terjadi pergeseran ke arah suburban atau daerah luar kota ya,” katanya.

Menurutnya, pergeseran ini didorong oleh harga tanah yang tinggi di Jakarta serta keterbatasan kapasitas energi dan lahan di ibu kota. Kini, wilayah seperti Bekasi, Jababeka, Karawang, dan Tangerang menjadi magnet baru bagi pelaku industri pusat data berkat dukungan infrastruktur kelistrikan dan konektivitas yang memadai.

Selain itu, kawasan ekonomi khusus seperti Nongsa Digital Park di Batam juga semakin menarik perhatian industri.

“Di Nongsa Digital Park, 42 hektare khusus untuk pelaku industri data center. Ada 9 pemain di sana dan lahannya sudah laku semua. Kalau ada wilayah seperti di Nongsa, itu juga karena tidak ada import duty[bea masuk], tidak ada pajak penambahan nilai, itu juga menarik gitu ya,” kata Hendra.