Jakarta –
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Taruna Ikrar mengatakan bahwa pihaknya saat ini tengah menggodok aturan terkait penyalahgunaan ketamin. Obat yang disalahgunakan tersebut sebenarnya digunakan sebagai bius, tetapi kini sedang dikaji untuk masuk dalam golongan psikotropika.
BPOM RI sebelumnya menemukan lebih dari 150 ribu vial ketamin yang beredar dan digunakan tanpa resep dokter, padahal termasuk dalam kategori obat keras. Taruna mengatakan apabila ketamin akhirnya masuk dalam psikotropika, pelaku penyalahgunaan bisa terancam hukuman 12 tahun penjara.
“Penyalahgunaannya banyak dilakukan oleh anak-anak gen Z dan Alpha, itu yang menjadi concern kami. Kami akan masukkan ke dalam psikotropik, kalau masuk itu ya bisa dihukum 12 tahun penjara,” ujar Taruna ketika ditemui awak media di Jakarta Pusat, Selasa (10/12/2024).
“Jadi itu (ketamin) aslinya memang tidak bisa dijual secara bebas, harus lewat resep dokter dan masuk kategori obat keras. Itu pelanggarannya, saya akan buat aturannya segera,” sambungnya.
Taruna Ikrar menuturkan salah satu bentuk penyalahgunaan ketamin biasanya dilakukan ketika pelaku membuat tato agar tidak merasakan sakit. Selain itu, penyalahgunaan dilakukan untuk mendapatkan sensasi relaksasi atau euphoria di tempat-tempat tertentu seperti diskotik.
Penyalahgunaan ketamin dapat memicu kondisi serius pada sistem saraf, termasuk disfungsi kognitif. Ini berkaitan dengan masalah gangguan mental, halusinasi, sampai gangguan kecemasan serta depresi.
BPOM RI menekankan revisi pada regulasi ketamin dari yang semula obat keras menjadi Obat-Obat Tertentu (OOT).
OOT adalah obat-obat yang bekerja di sistem susunan saraf pusat. Penggunaan dengan jumlah melebihi dosis terapi dapat menyebabkan ketergantungan dan perubahan khas pada aktivitas perilaku dan kondisi mental.
(avk/naf)