Darurat! Negara Dekat indonesia Ada Kudeta & Pemberontakan

6 August 2023, 6:30

Jakarta, CNBC Indonesia – Negara tetangga RI, Myanmar, Tengah mengalami keadaan darurat. Seperti diketahui, junta militer Myanmar telah kembali memperpanjang status darurat negara selama enam bulan mendatang.
Sementara itu, kelompok milisi terus hadir di berbagai sisi negara itu. Hingga kini, konfrontasi antara kelompok milisi dan rezim Junta Myanmar terus terjadi sampai saat ini.
Imbasnya, Myanmar menjadi satu-satunya negara yang tidak diundang dalam perhelatan Sidang Umum ke-44 ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) di Jakarta pada 5-10 Agustus 2023. Hal ini lantaran demokrasi di Myanmar dianggap belum terlaksana dengan baik dengan adanya kudeta oleh junta militer.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Keadaan Darurat Diperpanjang, Pemilu Ditunda
Seperti diberitakan sebelumnya, laporan siaran televisi MRTV mengatakan Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional (NDSC) bertemu pada Senin (31/7/2023) di ibu kota Naypyidaw. Mereka memperpanjang keadaan darurat selama enam bulan mulai Selasa (1/8/2023) karena mempersiapkan pemilu perlu banyak waktu.
Keputusan itu secara resmi menunda pemilihan umum (pemilu) yang seharusnya digelar pada Agustus tahun ini. Selain itu, keadaan darurat sendiri memungkinkan militer untuk menjalankan semua fungsi pemerintahan, memberikan kepala dewan militer yang berkuasa, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, kekuasaan legislatif, yudikatif, dan eksekutif.
Namun laporan pada Senin tidak merinci kapan pemungutan suara akan diadakan, hanya mengatakan bahwa itu akan terjadi setelah tujuan keadaan darurat tercapai. Pengumuman pada Senin merupakan perpanjangan status darurat negara keempat.

NDSC secara nominal adalah badan pemerintah konstitusional, tetapi dalam praktiknya dikendalikan oleh militer.
Nay Phone Latt, juru bicara Pemerintah Persatuan Nasional, kelompok bawah tanah yang menyebut dirinya pemerintah sah negara dan berfungsi sebagai kelompok payung oposisi, mengatakan perpanjangan aturan darurat diharapkan karena pemerintah militer belum mampu memusnahkan kekuatan pro-demokrasi.
“Junta memperpanjang keadaan darurat karena para jenderal memiliki nafsu akan kekuasaan dan tidak ingin kehilangannya. Sedangkan untuk kelompok revolusioner, kami akan terus berusaha untuk mempercepat kegiatan revolusioner kami saat ini,” kata Nay Phone Latt dalam sebuah pesan pada Senin, seperti dikutip The Guardian.
Mengingatkan saja, keadaan darurat diumumkan ketika pasukan menangkap Aung San Suu Kyi dan pejabat tinggi dari pemerintahannya dan anggota partainya Liga Nasional untuk Demokrasi pada 1 Februari 2021. Pengambilalihan itu membuat mundur demokrasi yang dilakukan selama lima dekade terakhir.
Respons Kemenlu RI
Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI, melalui Juru Bicara Teuku Faizasyah, ikut buka suara terkait penundaan pemilu di Myanmar. Sejauh ini Indonesia, sebagai ketua ASEAN tahun ini, menyebut belum ada reaksi khusus yang dikeluarkan oleh negara-negara Asia ataupun dari negara ASEAN sendiri.
“Tentunya dari sisi Indonesia kita melihat bahwa hal-hal yang kemudian semakin memperlambat terjadinya proses perdamaian akan semakin menyulitkan posisi Myanmar sendiri. Namun tentunya posisi resmi pemerintah belum kita keluarkan,” katanya saat ditemui di Kemlu.

“Namun kita lihat ini adalah suatu proses internal yang semakin memperlambat pemulihan demokrasi di Myanmar. Tentunya Indonesia akan melihat dari dekat, mengharapkan adanya masukan yang lebih komplit dari perwakilan kita di Myanmar, sehingga kita bisa mengevaluasi hal tersebut,” tambahnya.
Pemberontakan Kelompok Milisi
Adapun salah satu kelompok milisi yang mengkonfrontasi junta militer adalah Tentara Pembebasan Rakyat Bamar (BPLA) yang dipimpin mantan penyair Maung Saungkha. Saat ini, kelompok itu mengaku telah memperoleh pelatihan dari sekutu dan pengalaman pertempuran di perbatasan negara.
Sebagian besar anggota BPLA adalah Bamar, kelompok etnis yang merupakan dua pertiga dari populasi dan mendominasi Myanmar Tengah di mana lembaga pemerintah berada. Mereka mayoritas beragama Buddha.
Institut Strategi dan Kebijakan yang berbasis di Myanmar memperkirakan BPLA memiliki sekitar 1.000 anggota. Angka ini menjadikannya salah satu milisi baru terbesar di negara itu.
Pertumbuhan BPLA banyak bergantung pada keterampilan Maung Saungkha dalam membangun hubungan dengan kelompok bersenjata lainnya. Sebelum kudeta, ia adalah seorang penyair yang sempat dipenjara karena sebuah syair mencela otoritas, yang kemudian menjadikannya aktivis terkenal.
“Rekam jejak itu telah memberi BPLA ‘bobot ideologis’,” kata Richard Horsey, penasihat senior Myanmar di lembaga pemikir Crisis Group, kepada Reuters, Jumat (4/8/2023).

Meski begitu, Maung Saungkha dan pejabat politik BPLA, Yoe Bibi Min, mengatakan perjuangan melawan junta akan berlangsung lama dan mengakui BPLA menghadapi tantangan yang signifikan. Ini terutama terkait pendanaan kelompok itu.
Beberapa kelompok etnis bersenjata telah lama mengandalkan perdagangan narkoba untuk mendapatkan dana, menurut Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan. Tetapi BPLA mengklaim satu-satunya pembiayaan berasal dari donasi, penjualan merchandise bermerek BPLA, dan buku puisi Saungkha.
Selain itu, masalah lain yang meliputi adalah beberapa pasukan telah melarikan diri. Para anggota yang kabur itu mengaku telah merindukan rumah serta bosan dan lelah setelah dua tahun perang.
“Tahun ini, kaum revolusioner fana akan bergegas pulang, sekarang baru tahap kualifikasi. Masih banyak pertempuran di depan,” katanya.

[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya

Hot News: Pemilik Emas Senang Hingga Myanmar “Negara Gagal”

(mkh/mkh)

Partai

Institusi

BUMN

NGO

Organisasi

Kab/Kota

Provinsi

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi