Dari Transhipment Kapal Ikan Asal Juwana Terungkap TPPO dan Cerita Pelarian di Tengah Laut

18 April 2024, 23:46

TEMPO.CO, Jakarta – Kapal ikan asal Juwana, Pati, Jawa Tengah, KM MUS, tak hanya melakukan alih muatan (transhipment) ilegal dari kapal asing dan menyelundupkan BBM bersubsidi jenis solar. KM MUS diduga juga melakukan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).KM MUS disergap Kapal Orca 6 milik Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Laut Arafura di wilayah pengelolaan perikanan WPP 718 pada Minggu, 14 April 2024. Kapal ikan ini dikejar awalnya karena laporan masyarakat tentang praktik transhipment melibatkan kapal ikan asing KM RZ 03 dan RZ 05.  Ternyata, saat yang bersamaan, National Fishers Center (NFC) yang dikelola Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia menerima pengaduan dari lima orang Awak Kapal Perikanan yang sebelumnya direkrut dan bekerja di KM MUS. Perekrutan dilakukan oleh agen perseorangan asal Pati pada Maret 202Manajer Human Right DFW Indonesia, Miftahul Choir, mengatakan berdasarkan laporan satu ABK, berinisial SI, modus perekrutan melalui media sosial (Facebook) dengan iming-iming bekerja di kapal ikan dengan gaji Rp 2 juta, premi Rp 500 ribu, dan pinjaman Rp 5-7 juta. Miftahul menyebutkan mereka direkrut tanpa Perjanjian Kerja Laut dan KTP ditahan oleh agensi.Awal April 2024, IS bersama 55 orang ABK berangkat dengan KM MUS menuju perairan Arafura. “Saat tiba di Laut Arafura, mereka bekerja memindahkan ikan dari kapal KM RZ 03. KM MUS ini merupakan kapal collecting ikan,” kata Miftahul, Rabu 17 April 2024.Menurut Miftahul, para ABK kemudian menanyakan hak mereka berupa premi dan THR yang sudah dijanjikan oleh agen perekrut tapi ditolak oleh nakhoda. Atas situasi ketidakpastian tersebut, pada 11 April 2024, 6 orang ABK memutuskan loncat ke laut di mana 5 orang selamat dan ditemukan oleh warga Pulau Panambulai dan 1 orang hilang. Pada 15 April 2024, jasad satu ABK yang hilang tersebut dilaporkan telah ditemukan oleh warga Desa Koijabi, Kepulauan Aru, Maluku. ABK berinisial JA tersebut berasal dari Binjai, Sumatera Utara. Dukung Aparat Kejar Kapal Ikan Asing RZ 03 dan 05Miftahul mengatakan kalau DFW Indonesia mengapresiasi dan mendukung langkah KKP yang melakukan operasi penegakan hukum menangkap KM MUS. Menurutnya, upaya repatriasi atau pemulangan sebanyak 16 orang ABK ke daerah asal juga merupakan tindakan kemanusiaan.”Pemulihan hak para ABK berupa upah dan jaminan sosial mesti dijamin oleh pemerintah,” kata Miftahul.DFW juga mendesak KKP dan TNI AL bersinergi mengejar kapal RZ 03 dan RZ 05. Pada kedua kapal asing tersebut ditengarai masih terdapat ABK Indonesia yang ditransfer dari KM MUS. Dalam keterangannya, Pelaksana tugas Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Pung Nugroho Saksono, memastikan KM RZ 03 dan 05 tidak memiliki izin dan tidak terdata di KKP. Pihaknya berjanji terus mengejar dua kapal asing tersebut. Iklan

Direktur Penanganan Pelanggaran PSDKP Teuku Elvitrasyah menambahkan perlu sinergi antar instansi dan aparat penegak hukum untuk pengejaran itu. Dia mengatakan, penyidik perikanan hanya dibidang perikanan. “Kami akan bersinergi dengan penyidik terkait yang menangani masalah BBM dan terkait tindak pidana perdagangan orang,” katanya.Ketua Tim Kerja Pengawakan Kapal Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Iqbal mengatakan pihaknya memfasilitasi 25 orang ABK dan memiliki pilihan untuk tidak pulang ke Pulau Jawa. Mereka disebutnya siap ditampung dua kapal ikan Indonesia yang saat ini berada di Dobo, Kepulauan Aru.“Dengan persyaratan perundang-undangan yang jelas ada dua kapal ikan indonesia yang siap menampung para ABK ini,” katanya. “Kapalnya resmi, legal, dan dibekali surat perjanjian kerja, hingga jaminan sosial.”Keterangan ABK yang Selamat dalam Pelarian di LautDalam keterangan tertulis yang dibagikan KKP, ABK yang melarikan diri dari kapal menceburkan diri ke laut saat kapal menepi di perairan Pulau Penambulai. Mereka berenang sejauh 12 mil atau ditempuh selama 3 jam. “Ada satu orang yang tidak kuat berenang dan akhirnya meninggal,” kata Pung.Pengakuan salah satu ABK bernama Muhammad Sanusi Iskandar mengungkap kalau agensi tak menepati janji gaji sebesar Rp 2 juta dan Tunjangan Hari Raya (THR) sebesar Rp 2 juta setelah sampai di kapal. Janji terbaru setibanya di kapal adalah uang THR yang hanya sebesar Rp 250 ribu dan uang bongkar Rp 300 ribu. Sementara, tuntutan pemulangan–karena menolak melanjutkan kontrak–tak ada kejelasan. Akhirnya mereka terpaksa tetap bekerja demi bisa makan.“Mirisnya makanan yang dikasih hanya 1 loyang yang dibagi untuk 31 orang ABK. Lebih mirisnya lagi ada teman kami yang mengalami kecelakaan kerja namun hanya diberi alkohol kemudian lukanya ditutupi kopi,” tutur Sanusi.Pengakuan ABK kapal lainnya, Robby Saktiawan, menjelaskan saat mereka sempat mogok kerja hanya diberi minum air dari tetesan Air Conditioner (AC) dan air hujan. “Yang ngasih orang kapal asing itu,” kata dia.Pilihan Editor: Letusan Gunung Ruang di Sulawesi Utara Juga Hasilkan Petir Erupsi, Ini Penjelasan Dosen ITB