Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Cuma di Indonesia, Truk Dipaksa Angkut Muatan Sampai Nyekek Leher

Cuma di Indonesia, Truk Dipaksa Angkut Muatan Sampai Nyekek Leher

Jakarta

Truk kelebihan muatan atau yang disebut truk over-dimension over loading (ODOL) kerap menjadi penyebab masalah di jalan raya. Tak cuma menimbulkan kemacetan sampai kerusakan jalan, truk ODOL ini juga kerap menjadi ‘mesin pencabut nyawa’ di jalan raya.

Pereli nasional yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Bidang Mobilitas Ikatan Motor Indonesia (IMI) Pusat, Rifat Sungkar, sangat geram dengan masih banyaknya truk ODOL di negara ini. Masalahnya, truk ODOL ini kerap mengancam nyawa pengguna jalan lain.

“Truk di Indonesia itu spesial, karena nggak ada truk di negara-negara maju pakai truk disiksa sampai dengan kapasitas yang di ujung leher banget, bahkan lebih,” kata Rifat dalam akun Instagramnya.

Pengguna truk ODOL ini, menurut Rifat, seakan tak pernah berpikir soal keamanan dan keselamatan. Sebab, kendaraan berat semacam itu kerap mengalami rem blong hingga berujung kecelakaan maut.

“Lu nggak pernah pikirin, oke truknya bisa ngerem kalau bawa barang berat. Iya ngerem, kapan? Sekarang? Iya. Satu setengah jam lagi, dua jam bisa ngerem nggak karena panas? Nggak tahu. Terus lu lihat kalau truk sampai jalannnya ngerangkak pelan di tanjakan, di highway aja nggak bisa lari 60 (km/jam). Itu salah, karena dia udah ngelebihin kapasitas. Ibaratnya kayak benar-benar dicekek sampai ujung. Padahal harusnya kapasitas mereka itu dijalankan 60-70 persen. Sehingga flowing lancar, mengurangi risiko,” bebernya.

Untuk itu, Rifat meminta semua pihak terkait bisa memberantas truk ODOL dari jalanan Indonesia. Seharusnya jembatan timbang yang tersedia bisa diaktifkan lagi untuk menangani masalah ini.

“Tolong banget banget banget ya, pemilik perusahaan, teman-teman Departemen Perhubungan, mungkin lebih diketatkan lagi regulasinya. Jembatan timbang yang dulu ada di mana-mana mungkin diaktivasi lagi. Kemudian juga untuk inspeksi kendaraan sebelum jalan itu harus betul-betul diperhatiin, rem fungsinya gimana, fatigue (kelelahan) si pengendara gimana, paham medan yang dilewati gimana, jika terjadi sesuatu antisipasinya gimana. Jangan gimana nanti, tapi nanti gimana kalau ada apa-apa. Dan ini terbukti menjadi masalah nasional Indonesia,” katanya.

Tak cuma itu, Rifat juga menyoroti masalah SDM pengemudi truk di Indonesia. Seharusnya, pengemudi truk melewati tingkatan pengalaman secara berurutan. Sertifikasi pengemudi juga harus diterapkan untuk keselamatan.

“Untuk mereka pengemudi kendaraan besar tolong secara kasta itu dipikirkan. Bukan masalah kasta ekonomi, tapi secara kasta sudah melewati (pernah menjadi pengemudi) kendaraan kecil, medium, besar, sangat besar. Jangan tiba-tiba anak kecil bawa kendaraan besar. Dan ini secara pelatihan juga harus dilakukan. Kemudian secara sertifikasi juga harus dilakukan. Karena ini semua bagian dari profesi. Maunya jadi profesi driver, jatuhnya jadi profesi pembunuh. Gue nggak mau camkan seperti itu, tapi itulah keadannya,” ujar Rifat.

“Kalau ngomongin takdir, orang selalu bilang tergantung garis tangan, nggak. Kalau menurut gue tangan kita bisa berbuat apa supaya takdir kita lebih baik, dan itu berhubungan dengan pola pikir. Kita semua bisa mengantisipasi ini untuk menjadi Indonesia yang lebih baik. Ke mana pun kita pergi akhirnya kita lihat kiri-kanan, ancaman ada di mana-mana. Memang ada, tapi ini ancaman besar. Please beware of this, peduli sama nyawa karena itu nggak bisa balik,” pungkasnya.

(rgr/din)

Merangkum Semua Peristiwa