El Nino adalah fenomena alam yang menjadi perhatian serius bagi banyak negara di dunia, terutama negara-negara yang berada di sekitar Samudera Pasifik. Fenomena iklim ini telah menjadi topik hangat dalam diskusi perubahan cuaca global, dimana el nino adalah penyebab utama terjadinya kemarau panjang dan berbagai anomali cuaca di berbagai wilayah.
Dalam konteks ilmiah, El Nino adalah peristiwa pemanasan Suhu Muka Laut (SML) yang terjadi di atas kondisi normalnya di Samudera Pasifik bagian tengah. Fenomena ini menarik untuk dipelajari karena el nino adalah salah satu indikator perubahan iklim yang dapat diprediksi dan memiliki dampak signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan, mulai dari pertanian hingga ekonomi global.
Bagi Indonesia sebagai negara kepulauan, pemahaman tentang el nino adalah hal yang krusial mengingat dampaknya yang signifikan terhadap pola cuaca nasional. Berdasarkan data dari BMKG, fenomena ini diprediksi akan terus mempengaruhi cuaca hingga akhir tahun, dimana el nino adalah faktor utama yang menyebabkan berkurangnya curah hujan dan potensi kekeringan di berbagai wilayah.
Berikut ini telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber pengertian, penyebab, dampak dan perbedaan El Nino dengan La Nina, pada Senin (18/11).
El Nino merupakan istilah yang berasal dari Bahasa Spanyol dengan arti “anak laki-laki”. Sejarah penamaan ini memiliki latar belakang yang menarik, dimana awalnya istilah ini digunakan oleh para nelayan Peru untuk menandai kondisi arus laut hangat tahunan yang mengalir ke arah selatan di sepanjang pesisir Peru dan Ekuador saat menjelang natal, yang dikenal sebagai El Nino de Navidad.
Fenomena ini telah muncul selama berabad-abad dan memiliki dampak yang signifikan terhadap pola cuaca global. Dalam konteks meteorologi modern, El Nino ditandai dengan pemanasan suhu permukaan laut yang tidak biasa di Samudera Pasifik bagian tengah. Kondisi ini menciptakan serangkaian reaksi berantai yang mempengaruhi pola cuaca di berbagai belahan dunia.
Sistem sirkulasi atmosfer yang terganggu akibat El Nino menyebabkan perubahan signifikan dalam pola angin dan curah hujan. Di Indonesia khususnya, fenomena ini seringkali mengakibatkan berkurangnya pembentukan awan yang berpotensi menurunkan curah hujan, sehingga memicu periode kekeringan yang lebih panjang dari biasanya.
Proses Terjadinya El Nino dan Mekanismenya
Proses terbentuknya El Nino dimulai dengan perubahan pola angin dan suhu permukaan laut di Samudera Pasifik. Dalam kondisi normal, angin pasat yang kuat akan mendorong air laut dengan permukaan hangat ke arah Pasifik barat, menciptakan gradien suhu yang signifikan di Samudera Pasifik dengan air yang lebih dingin di sepanjang pantai Amerika Selatan.
Namun, ketika El Nino terjadi, terjadi pelemahan angin pasat yang memungkinkan air hangat bermigrasi ke arah timur. Peristiwa ini mengakibatkan terganggunya gradien suhu normal dan mempengaruhi sirkulasi atmosfer secara keseluruhan. Perairan yang menghangat kemudian melepaskan panas ke atmosfer, menyebabkan kenaikan suhu udara dan pembentukan sistem tekanan rendah di Pasifik tengah dan timur.
Perubahan ini memiliki dampak cascade effect pada Sirkulasi Walker, yang merupakan sistem sirkulasi udara yang bergerak sejajar dengan garis khatulistiwa. Di Indonesia, perubahan ini mengakibatkan Sirkulasi Walker berubah dari bentuk konvergen (naik) menjadi subsiden (turun), yang pada akhirnya mengurangi potensi pembentukan awan konvektif pembentuk hujan.