Cuaca Ekstrem Bukan Fenomena Alam Biasa, Peneliti BRIN Usul Dibentuk Komite Khusus

2 February 2024, 19:19

TEMPO.CO, Jakarta – Cuaca ekstrem tidak bisa dipandang sebagai fenomena alam biasa, sebab pemanasan global saat ini sudah mencapai fase mendidih atau global boiling, dan berdampak pada kondisi iklim serta cuaca global yang tidak stabil. Salah satu langkah yang bisa dilakukan untuk mengantisipasi risiko bahayanya, dengan pembentukan Komite Cuaca Ekstrem.”Cuaca ekstrem harus dilihat dalam perspektif perubahan iklim global, sebab sudah terjadi eskalasi, dan permasalahan ini dibahas pula oleh World Economic Forum sebagai ancaman nomor satu merusak perekonomian negara,” kata Peneliti Klimatologi di Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, Badan Riset dan Inovasi (BRIN), Erma Yulihastin, saat dihubungi, Jumat, 2 Februari 2024.Erma menegaskan bahwa kondisi iklim dan cuaca ekstrem yang berpeluang membahayakan wilayah Indonesia, tidak bisa dipandang sebelah mata. Menurut Erma kondisi global saat ini sedang tidak normal dan membuat fenomena alam menjadi tidak alamiah lagi.”Ekstremitasnya sudah mengalami eskalasi dan harus direspons nih, kalau sebelumnya pendekatan kita hanya pendekatan single atau fenomena tunggal, maka kini harus diubah,” ucap Erma. Salah satu cara mengubahnya digambarkan Erma dengan membentuk Komite Cuaca Ekstrem. Dengan komite itu, efektivitas dan koordinasinya dinilai lebih maksimal.Kendati di Indonesia sudah ada lembaga yang menangani masalah cuaca ekstrem seperti BMKG, mitigasi dan edukasinya masih terlalu minim dan bahkan masyarakat masih menganggap kalau cuaca ekstrem adalah hal yang biasa.Kondisi lain yang disayangkan Erma adalah perbedaan merespons gempa dibanding cuaca ekstrem di Indonesia. Ia menilai kalau cuaca ekstrem sangat jarang dibahas di sekolah-sekolah, jadi membuat masyarakat abai akan bahayanya yang begitu besar.Cuaca ekstrem yang pernah terjadi dan menyebabkan ratusan korban meninggal dunia, dapat dilihat saat munculnya Siklon Tropis Seroja di Nusa Tenggara Timur (NTT) pada April 2021 silam. Badai Seroja menyebabkan angin kencang, tanah longsor, dan banjir bandang.Iklan

“Cuaca ekstrem ini berbahaya, tapi awareness kita itu yang masih kurang. Makanya harus ada terobosan dan gagasan yang mumpuni untuk cuaca ekstrem ini,” ujar Erma, sembari mempertegas bahwa Komite Cuaca Ekstrem adalah rekomendasi paling masuk akal.Bila sudah terbentuk Komite Cuaca Ekstrem, Erma menilai pembahasan soal cuaca ekstrem bisa sangat mudah dilakukan, karena koordinasikan dan tugas pokoknya sudah jelas. “Kalau sekarang kan belum, adapun semisal prediksi yang disampaikan BMKG, hanya tersampaikan ke beberapa masyarakat dan belum maksimal,” kata Erma. Kondisi ini ditambahkan Erma akibat masyarakat yang sejak lama tidak mendapat edukasi khusus perihal cuaca esktrem, tidak seperti penanganan bencana gempa.Lebih lanjut, Erma menegaskan lagi bahwa komite cuaca ekstrem yang diharapkannya ini bukan bersifat terpusat di nasional saja. Kalau hanya berada di nasional, menurutnya, sama saja dengan lembaga dan kementerian yang kini sudah terbentuk. Erma menginginkan ada komite yang memang totalitas, khusus membahas dan mengedukasi perihal dampak cuaca ekstrem ini.”Jadi gak harus terpusat di nasional, yang jelas kerjanya harus terkoordinasi. Mulai dari yang kecil juga bisa, semisal tingkat lokal. Mana tau daerah yang rawan cuaca ekstrem bisa mulai lebih dahulu, nanti akan dicontoh juga oleh banyak daerah lainnya,” ucap Erma.Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Tokoh

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Negara

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi