CIPS Nilai Aturan Pembatasan Impor Berpotensi Lemahkan Daya Saing Produk Dalam Negeri

7 April 2024, 11:09

TEMPO.CO, Jakarta – Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai aturan pelarangan terbatas (lartas) impor berpotensi melemahkan daya saing produk dalam negeri. Peneliti CIPS Hasran mengatakan pelarangan ini akan mempersulit pelaku industri dalam negeri untuk mendapatkan bahan baku produksinya.”Aturan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 tahun 2024 ini memiliki tiga ketentuan yang resmi diberlakukan dan ini mempersulit pelaku industri dalam negeri,” ujar Hasran dalam keterangannya pada Minggu, 7 April 2024. Aturan tersebut berlaku sejak 10 Maret 2024 lalu. Hasran berujar jumlah Harmonized System (HS) yang masuk ke dalam lartas semakin bertambah dibandingkan sebelumnya. Perubahan pengawasan impor yang awalnya berupa post-border menjadi border, menurut dia, mengindikasikan pengawasan dan pemeriksaan dokumen kelengkapan impor akan dilakukan sebelum barang impor itu masuk ke dalam daerah pabean.Dengan aturan ini, dokumen lartas yang sebelumnya hanya berupa laporan survey (LS) kini bertambah menjadi LS dan Persetujuan Impor (PI). Menurut Hasran, ketentuan baru tersebut semakin mempersulit pelaku industri dalam negeri untuk memperoleh bahan baku produksinya. Beberapa industri yang terdampak, menurut dia, antara lain industri elektronik, obat tradisional, kosmetik dan perbekalan rumah tangga, barang tekstil, mainan, alas kaki, tas, hydrofluorocarbon (HFC), produk kimia, plastik, serta besi dan baja.”Alih-alih melindungi pemain industri hulu lokal, ketentuan ini akan membuat akses bahan baku industri hilir jadi mahal” tutur Hasran. Dia berujar pada akhirnya produk yang dihasilkan menjadi kurang bersaing dari segi harga dan kualitas. Akibatnya, tutur Hasran, konsumen dalam negeri yang akan menanggung kenaikan harganya. Hasran menilai pemerintah perlu mengubah sudut pandang dan pola pikir dalam menyusun regulasi impor bahan baku. Jika sebelumnya pendekatan state regulation cenderung menghasilkan peraturan yang menuai pro kontra dari publik dan industri seperti halnya Permendag Nomor 3 Tahun 2024, maka ia mendorong pendekatan koregulasi perlu menjadi opsi.Iklan

Dengan koregulasi, menurut dia, peraturan perdagangan akan dirancang oleh para asosiasi industri dan pemerintah hanya perlu menetapkan prinsip umumnya saja. Sebab, regulasinya berasal dari pelaku industri sendiri, sehingga kemungkinan adanya komplain di kemudian hari dapat diminimalisir. Selanjutnya, ia menilai pemerintah perlu mempertimbangkan diberikannya kemudahan bagi pelaku industri hilir dalam memperoleh bahan baku. Kemudahan yang dimaksud, yaitu dapat memperoleh bahan baku di waktu yang tepat, spesifikasi yang sesuai kebutuhan dan harga yang terjangkau.Menurut dia, sejauh ini pemerintah cenderung proteksionis dengan alasan melindungi industri hulu domestik dengan membatasi impor komoditas tertentu. Padahal cara pandang seperti ini justru membuat industri hulu yang dilindungi jadi tidak kompetitif dan inovatif, serta membuat industri hilir menjadi sulit dapat bahan baku.Terakhir, ia mendorong pemerintah untuk terus melakukan evaluasi terhadap penerapan sistem Neraca Komoditas. Dengan sistem ini, pemerintah berharap sistem perizinan impor jadi lebih transparan dan otomatis.Namun sayangnya, CIPS menilai beberapa kriteria dalam penentuan kuota masih dikesampingkan, seperti pertimbangan terkait harga. Selain itu, ia mengatakan komoditas yang diatur masih relatif terbatas, per tahun 2024 baru 6 komoditas pangan dan 11 komoditas migas yang diatur.Pilihan Editor: PT Suri Nusantara Sebut Tahun Ini Tidak Dapat Izin Impor Daging Kerbau

Tokoh

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Negara

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi