Cerita Korban Tinder Swindler, Janji Dinikahi Berujung Harta Dikuras

25 August 2023, 20:14

Jakarta, CNN Indonesia — Pelaku penipuan aplikasi kencan atau yang diidentikkan dengan film dokumenter berjudul The Tinder Swindler diduga menggunakan modus bisnis jual beli daring fiktif untuk merampas untung dari korbannya.
Menurut kesaksian korban, pelaku menargetkan perempuan mapan yang masih melajang untuk diambil hatinya, sampai akhirnya melontarkan bujuk rayu agar korban mau berbisnis bersama demi membangun masa depan.
Salah satu korban bernama Sinta (nama samaran) mengungkapkan pertama kali mengenal pelaku pada bulan Mei lalu di aplikasi perjodohan berbayar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sinta sengaja mendaftar di situs perjodohan berbayar dengan harapan bisa mendapat sosok pria yang mapan.
Dari perkenalan itu keduanya menjalin komunikasi intens. Sinta berkata komunikasi tersebut membuatnya perlahan menaruh kepercayaan pada pelaku.
“Kenapa aku bilang aku bisa kena? Karena memang orang ini sangat-sangat pintar, bukan orang sembarangan. Dia mengerti sekali background pekerjaannya. Dia mengerti banget pekerjaan itu bagaimana. Bahkan aku tanya, pekerjaan itu tahapan-tahapan dan masalahnya, dia paham sekali. Jadi aku merasa ini klop, klik gitu ya, setelah enggak sampai seminggu chat,” kata perempuan berusia 39 tahun itu saat ditemui CNNIndonesia.com di kawasan Jakarta Barat, Kamis (24/8).

Kepada Sinta, pelaku mencitrakan diri sebagai pria bernama Robin (nama samaran). Robin mengaku merupakan warga negara keturunan Tiongkok Malaysia yang tinggal di suatu kota di Malaysia.
Dia menjelaskan bahwa statusnya lajang, belum pernah menikah sebelumnya dan sulit menemukan jodoh karena sifatnya introvert dan terlalu senang untuk hidup sendiri. Robin juga mengaku kepada Sinta bahwa dia sering berkunjung ke Jakarta untuk urusan bisnis.
Diduga demi membangun empati Sinta, Robin mengaku selalu kesepian, memiliki sedikit teman dan tidak akrab dengan keluarga karena banyaknya persoalan.
Robin mengaku lulusan universitas di Malaysia dengan jurusan pendidikan yang sama dengan Sinta. Dia juga mempresentasikan dirinya sebagai pegawai kantor yang sangat sibuk, namun tetap bisa menyisakan waktu untuk memiliki hubungan bersama Sinta.
“Dia [mengaku] bekerja di kantor, tangan kanan bosnya. Hanya mengklaim, tidak pernah menunjukkan. Karena begitu aku tanya kantornya di mana, dia tidak pernah mau kasih tahu dengan berbagai alasan,” lanjut Sinta.
Hari demi hari ketika perbincangan mereka melalui WhatsApp semakin intens, Robin akhirnya mengajak Sinta untuk menikah dan berjanji untuk menemuinya di Jakarta.
Pada momen inilah Robin kemudian menyinggung bisnis jual beli daring yang disebutnya sebagai salah satu sumber penghasilannya selama ini. Robin kemudian menyebut bisnis itu bisa menjadi fondasi finansial ketika ia dan Sinta nantinya sudah berumah tangga.
“Dia cerita masa lalu dia, saat dia susah dan berjuang sendiri di kehidupan yang keras. Dia punya usaha side job yang lebih besar daripada penghasilan dia yang sekarang. Jadi dia [mengaku] ada usaha online,” ucap Sinta.
“Dia bilang, ‘Ini untuk usaha kita nantinya. Kita jangan sampai hidup miskin karena aku akan tinggal di Indonesia meninggalkan semuanya demi memulai hidup baru bersamamu. Dan kamu juga enggak perlu bekerja keras, karena usaha ini sangat menjanjikan.'” lanjutnya.
Bisnis jual beli daring yang Robin maksud adalah sebuah situs e-commerce besar di China. Sinta pertama-tama diminta membuat akun di situs tersebut. Akhirnya Sinta mendaftarkan diri untuk menjadi merchant.

Robin kemudian mengajari tahap demi tahap untuk menggunakan aplikasi tersebut. Mulanya, Sinta diminta untuk melakukan top up uang seharga barang yang dijual. Top up dilakukan menggunakan aplikasi penyedia transaksi dengan dolar.
Sekilas, mekanisme jual beli yang dilakukan Sinta seperti dropshipper, di mana pemilik toko tak mesti berurusan dengan barang dan pengemasan. Pemilik toko hanya membeli barang yang disediakan, lalu menjualnya kembali.
“Dia ngajarin aku jualan, dia suruh masukin barang-barang yang mau dijual apa. Kemudian dia suruh top up duit. Karena istilahnya barang itu kan mau dijual, berarti harus ada duitnya dong. Karena nanti begitu barang itu laku, uang sebesar itu akan ditahan. Karena itu bukan barang kita. Jadi seolah-olah kita bayar deposit,” ucap Sinta.
Robin mengaku kepada Sinta bahwa setiap barang yang laku terjual, mereka akan mendapatkan untung 10 persen. Memang benar, setiap barang terjual, Sinta mendapatkan keuntungan lebih dari uang yang ia keluarkan. Hanya saja “uang” tersebut hanya berakhir di e-wallet situs itu yang tak bisa ditariknya sama sekali.
“Jadi uang itu balik ke e-wallet kita dalam waktu 3-4 hari. Tapi enggak bisa untung dong, lama-lama habis dong saldo kita. Akhirnya kita harus top up lagi. Itu lah kenapa korban bisa sampai Rp100 jutaan. Karena mereka terus top up,” jelas Sinta.
Sinta mengaku sudah menggelontorkan uang mencapai puluhan juta dalam kurs dolar AS.
Semakin lama dirinya merasa seolah dipaksa top up terus menerus, Sinta akhirnya mencurigai bahwa ada yang tak beres dalam bisnis itu. Apalagi selama ini ia tak bisa mengambil keuntungan dari hasil penjualannya selama ini.
Akhirnya Sinta memutuskan untuk berhenti melakukan top up dan mengusulkan kepada Robin untuk menutup akunnya di situs itu. Setelah beberapa hari tak melakukan top up, Sinta mendapatkan surat peringatan bahwa tokonya telah di-freeze karena tidak melayani order.

“Aku dapat peringatan untuk menebus US$10 ribu untuk memulihkan toko dan reputasinya. Aku bilang aku enggak mau kalau harus bayar segini. Ditawarkan untuk tebus bersama, aku tetap enggak mau,” ucapnya.
Sampai akhirnya, Sinta memutuskan untuk menyetop kontak dengan Robin. Beberapa hari setelah itu, ia iseng-iseng mengontak salah satu temannya yang merupakan profesional IT.
Sang kawan memberitahunya bahwa situs jual beli daring itu ternyata fiktif dan baru diciptakan beberapa bulan lalu. Seolah situs itu, beserta aktivitas dagang di dalamnya diduga kuat merupakan modus operandi pelaku untuk mendapatkan untung.
Sinta sempat putus asa dengan situasi yang dialaminya. Namun, dengan lapang dada, ia memilih untuk ikhlas dan memaafkan Robin.
Tak lama dari situ, Sinta mengetahui bahwa ia bukanlah satu-satunya korban aksi penipuan “Robin”. Ia mengaku bahwa total sebanyak 27 korban sudah berjejaring dan terkumpul di dalam sebuah grup.
Namun sejauh ini, hanya dua orang korban yang membuat laporan polisi dan kini masih diselidiki oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya. Apabila ditotal, kerugian para korban bisa mencapai lebih dari Rp3 miliar. (del/isn)

[Gambas:Video CNN]

Tokoh

Partai

Institusi

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi