Jakarta –
Banjir besar yang melanda sejumlah wilayah di Aceh menyisakan tantangan berat bagi tenaga kesehatan, termasuk para dokter anak. Ketua IDAI Cabang Aceh, Dr. dr. Raihan, Sp.A, Subsp.Inf.P.T(K), mengungkap kondisi lapangan yang jauh lebih sulit daripada yang terlihat di permukaan.
Ia menjelaskan bahwa sejumlah wilayah seperti Langsa, Aceh Tengah, Aceh Tamiang, Aceh Tenggara, hingga Aceh Timur mengalami kerusakan infrastruktur parah. Jembatan putus dan jalan rusak membuat distribusi bantuan medis tersendat. Beberapa daerah bahkan hanya bisa dijangkau menggunakan perahu atau transportasi udara.
Menurut dr Raihan, tenaga medis di beberapa wilayah berada dalam kondisi kritis. Salah satunya Pidie Jaya, yang nyaris kolaps karena jumlah tenaga kesehatannya sangat terbatas, sebagian dari mereka adalah korban banjir juga.
“Pidie Jaya tenaga medisnya sangat sedikit karena mereka juga korban, hampir kolaps,” ujarnya.
Sebagian dokter anak yang terdampak pun mengungsi di bangsal rumah sakit agar tetap dapat bertugas.
Langkah ini dilakukan untuk memastikan layanan anak tidak terhenti meski fasilitas dan tenaga terbatas.
“Agar RS tidak kolaps, dokter dan perawat terdampak tidak bisa keluar, bahkan doker anak mengungsinya di bangsal anak karena untuk membantu pelayanan supaya tidak kolaps,” kata dr Raihan.
Hingga saat ini, tim medis pertama dari IDAI masih berada di wilayah terdampak. Tiga dokter anak yang juga menjadi korban banjir tetap menjalankan layanan dengan dukungan dokter dari Banda Aceh.
Meski menghadapi tantangan berat, menurut dr Raihan, 144 dokter anak di Aceh tetap dalam kondisi sehat dan menyatakan komitmen untuk terus bertugas.
“Alhamdulillah 144 dokter anak dalam keadaan sehat dan menyatakan komitmen meski terdampak,” tegas dr Raihan.
(kna/sao)
