Bisnis.com, JAKARTA — CEO IBM Arvind Krishna menilai investasi masif yang digelontorkan perusahaan teknologi terhadap pembangunan pusat data AI tidak memiliki jalan yang realistis untuk pengembalian investasi (ROI).
Dia menuding euforia tersebut hanyalah fantasi belaka. Pasalnya, dalam wawancara di podcast Decoder, Krishna membedah hitungan finansial yang dinilainya tidak masuk akal tersebut.
Krishna menggunakan pendekatan matematis sederhana berdasarkan biaya infrastruktur saat ini. Biaya pembangunan pusat data berkapasitas satu gigawatt diperkirakan mencapai US$80 miliar atau setara Rp1.328 triliun.
Dengan ambisi global industri teknologi yang menargetkan kapasitas hingga 100 gigawatt demi mengejar AGI, total belanja modal yang dibutuhkan mencapai angka fantastis tersebut ialah US$8 triliun atau sekitar Rp132.800 triliun.
“Menurut saya, tidak ada cara untuk mendapatkan pengembalian atas itu. Belanja modal US$8 triliun berarti Anda membutuhkan laba sekitar US$800 miliar hanya untuk membayar bunga pinjaman,” tegas Krishna mengutip dari Business Insider Kamis (04/12/2025).
Beban ini makin berat karena faktor depresiasi. Cip AI memiliki umur ekonomis pendek, sekitar lima tahun, sebelum harus diganti total. Hal ini menjadikan infrastruktur AI sebagai aset yang menyusut nilainya dengan sangat cepat.
Analisis Krishna ini menantang langsung visi CEO OpenAI, Sam Altman, yang justru mendesak penambahan kapasitas energi 100 gigawatt per tahun. Krishna menyebut keyakinan Altman tersebut sebagai sebuah “harapan”, bukan kalkulasi bisnis yang jitu.
Krishna juga pesimistis bahwa teknologi Large Language Model (LLM) saat ini mampu berevolusi menjadi AGI. Dia memprediksi peluang tercapainya AGI tanpa penemuan teknologi baru hanya 0-1%.
Sebagai informasi, AGI merupakan terobosan teknologi yang disepakati saat AI dapat menyelesaikan tugas-tugas rumit dengan lebih baik daripada manusia.
Pandangan ini sejalan dengan sejumlah tokoh teknologi lain, termasuk pendiri Google Brain Andrew Ng yang menyebut AGI “terlalu dibesar-besarkan”. Sementara itu, Ilya Sutskever yang menyatakan era “scaling” atau era memperbesar daya komputasi untuk meningkatkan kecerdasan mungkin sudah berakhir.
Meski skeptis terhadap AGI, Krishna tetap optimis pada kegunaan praktis AI korporat. Menurutnya, teknologi yang ada saat ini sudah cukup untuk membuka produktivitas bernilai triliunan dolar, tanpa perlu mengejar mimpi AGI yang memakan biaya irasional. (Muhammad Diva Farel Ramadhan)
