Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka akan memasuki masa satu tahun pada Senin (20/10/2025) esok.
Meski menawarkan keberlanjutan kebijakan pemerintahan terdahulu, Prabowo-Gibran telah mengambil sejumlah pendekatan ekonomi yang berbeda.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Andalas (FEB Unand) Syafruddin Karimi melihat bahwa Prabowo dan pendahulunya Joko Widodo (Jokowi) memiliki prioritas dan instrumen ekonomi yang berbeda.
Syafruddin mencontohkan, Jokowi menaruh bobot besar pada infrastruktur fisik dan hilirisasi mineral seperti pembangunan jalan tol, pelabuhan, irigasi, serta larangan ekspor bijih nikel untuk menarik smelter.
Kebijakan itu, sambungnya, ditopang penerbitan Omnibus Law untuk menyederhanakan regulasi tenaga kerja dan investasi.
Sementara itu, dia melihat pemerintahan Prabowo memutar fokus ke program kesejahteraan skala nasional seperti makan bergizi gratis hingga sekolah rakyat.
Selain itu, pemerintahan Prabowo membentuk Danantara untuk konsolidasi aset dan investasi strategis, membuka kembali pasar karbon bagi pembeli asing, menambah opsi pembiayaan termasuk dim sum bond, dan insentif diskon 100%pajak pertambahan nilai (PPN) properti sampai 2027.
“Pendekatan baru ini lebih menekankan permintaan domestik dan mobilisasi aset negara, dibanding dorongan fisik infrastruktur yang mendominasi dekade sebelumnya,” jelas Syafruddin kepada Bisnis, Minggu (19/10/2025).
Sementara itu, Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede mencatat setidaknya ada lima perbedaan pendekatan ekonomi antara pemerintahan Prabowo dengan Jokowi. Pertama, Prabowo lebih jor-joran mengeluarkan instrumen pendorong pertumbuhan ekonomi jangka pendek.
Dia mencontohkan paket stimulus ekonomi terbaru yang diumumkan pemerintahan Prabowo untuk pemulihan daya beli dan menyerap tenaga kerja: mulai program magang bagi lulusan baru perguruan tinggi, insentif pajak untuk pekerja pariwisata, bantuan pangan, diskon iuran JKK/JKM, perumahan pekerja, percepatan OSS/RDTR, hingga program perkotaan untuk pelaku ekonomi digital.
“Ini menambah bantalan sosial ekonomi di luar skema rutin bansos,” ujar Josua kepada Bisnis, Minggu (19/10/2025).
Kedua, penguatan likuiditas domestik. Di satu sisi, bank sentral mulai mengarahkan kebijakan ke pro-pertumbuhan: suku bunga acuan sudah turun 150 basis poin dari 6,25% menjadi 4,75% sejak Prabowo-Gibran menjabat.
Di sisi lain, sambung Josua, ada manajemen kas negara yang proaktif untuk menurunkan biaya dana dan mempercepat kredit. Pada medio September 2025, pemerintah menempatkan Rp200 triliun dana lima bank Himbara.
“Corak kebijakan yang lebih langsung ke transmisi perbankan,” ujar Josua.
Ketiga, reformasi arus barang dan devisa melalui PP No. 8/2025. Lewat aturan itu, pemerintah mengatur penempatan dana hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) 100% selama 12 bulan.
Menurut Josua, kebijakan itu bertujuan untuk memperkuat cadangan devisa dan menata ulang tata niaga impor agar bahan baku dan barang strategis lebih lancar sekaligus pelengkap kebijakan hilirisasi yang sudah berjalan sejak periode pemerintahan sebelumnya.
Keempat, diplomasi ekonomi lebih agresif. Josua mencontohkan pemerintah mencapai kesepakatan tarif dengan Amerika Serikat hingga mendorong penyelesaian perjanjian dagang komprehensif dengan Uni Eropa (IEU-CEPA).
Kelima, Proyek Strategis Nasional masih menjadi tulang punggung konektivitas dan daya saing (228 proyek/16 program, nilai konstruksi Rp6.480 triliun) dan fokus hilirisasi mineral/industri tetap berlanjut.
Hanya saja, Josua melihat pemerintahan Prabowo lebih fokus ke injeksi likuiditas, percepatan perizinan berbasis risiko, dan program sosial berskala besar seperti Makan Bergizi Gratis dan Sekolah Rakyat.