Surabaya (beritajatim.com) – Konsep hunian vertikal terintegrasi yang menggabungkan permukiman dengan pusat ekonomi rakyat kini menjadi inspirasi baru bagi DPRD Kota Surabaya. Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko (Cak YeBe), mengusulkan agar Pemkot Surabaya mencontoh skema Rumah Susun (Rusun) Pasar Rumput Jakarta sebagai solusi keterbatasan lahan dan tingginya harga tanah.
Saat melakukan kunjungan kerja ke Kementerian PUPR, Cak YeBe bersama anggota Komisi A turut meninjau langsung unit contoh Rusun Pasar Rumput yang berdiri di atas aset pasar milik Pemprov DKI Jakarta. Menurutnya, model seperti ini patut dikembangkan di Surabaya karena menggabungkan kebutuhan tempat tinggal dan aktivitas ekonomi warga.
“Rusun Pasar Rumput ini memiliki 1.984 unit. Luasnya 36 meter persegi per unit, terdiri dari dua kamar tidur, ada pantry, ruang tamu, dan sangat layak untuk keluarga. Harga sewanya pun terjangkau, mulai Rp1,1 juta sampai Rp2,25 juta per bulan,” ujar Cak YeBe dalam video unggahannya, Rabu (4/6/2025).
Dia menegaskan bahwa model rusun terintegrasi ini dapat menjadi jawaban atas krisis hunian di kota-kota besar, termasuk Surabaya. Pemanfaatan tanah milik pemda secara efisien dinilai penting agar pembangunan tidak berbenturan dengan kegiatan warga.
“Kami berdiskusi langsung dengan kementerian, bagaimana mewujudkan hunian yang layak, murah, dan terjangkau. Bukan hanya sekadar tempat tinggal, tapi juga bisa mendukung ekonomi warga,” imbuhnya.
Menurut Cak YeBe, hak atas tempat tinggal adalah hak dasar rakyat yang kini makin sulit dijangkau oleh kelompok berpenghasilan rendah dan menengah. Karena itu, ia mendorong agar Pemkot segera menyusun grand design hunian masa depan berbasis kolaborasi.
Sejalan dengan itu, Ketua Panitia Khusus (Pansus) Raperda Hunian Layak, Saifuddin, juga menyebut pentingnya menggandeng swasta melalui skema yang legal dan menguntungkan kedua pihak.
“Sudah saatnya Pemkot menggandeng pengembang swasta untuk membangun rusunami dengan skema terjangkau. Impian saya, cicilan rumahnya seperti cicilan motor,” tegasnya.
Saifuddin menilai kolaborasi dengan swasta bisa mempercepat penyediaan hunian vertikal, terutama jika memanfaatkan tanah milik pemerintah kota atau provinsi dengan skema HGB di atas HPL.
Komisi A DPRD Surabaya menilai bahwa kota ini tidak bisa lagi bergantung sepenuhnya pada anggaran pemerintah pusat. Mengingat pada 2025, Kementerian PUPR sudah tidak lagi menganggarkan pembangunan rusunawa, Surabaya didorong untuk mengambil inisiatif mandiri lewat peraturan daerah (Perda) dan skema kolaboratif.
“Surabaya harus punya peta jalan pembangunan hunian masa depan. Hunian yang bukan hanya layak huni, tapi juga terjangkau, terintegrasi, dan mendukung mobilitas warga,” pungkas Cak YeBe. [asg/but]
