Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memilih untuk tidak memberikan penjelasan rinci terkait kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) yang ditetapkan menjadi 12 persen. Kebijakan ini diprediksi akan memengaruhi daya beli masyarakat, yang semakin menurun.
“Nanti Pak Menko Perekonomian (Airlangga Hartarto) saja yang menyampaikan ya,” kata Sri Mulyani saat dikonfirmasi oleh wartawan di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Selasa (3/12/2024).
Setelah itu, Sri Mulyani tidak menjawab pertanyaan lebih lanjut dari media. Kebijakan pemerintah yang menaikkan tarif PPN ini mendapat penolakan keras baik dari kalangan masyarakat maupun pengusaha.
Pemerintah menargetkan penerimaan pajak pada tahun 2025 sebesar Rp 2.189,3 triliun, dengan PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) diperkirakan mencapai Rp 945,1 triliun. Angka ini diperkirakan akan tumbuh 13,32 persen dibandingkan dengan realisasi PPN dan PPnBM tahun 2024 yang sebesar Rp 819,2 triliun.
Namun, menurut kajian dari Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, jika pemerintah tetap bersikeras menaikkan tarif PPN, penerimaan pajak pada 2025 diprediksi tidak akan tercapai sesuai target.
Hal ini disebabkan oleh perlambatan konsumsi rumah tangga yang diprediksi akan berlanjut pada 2025, terutama karena pelemahan konsumsi dari kelas menengah dan calon kelas menengah yang merupakan kontributor utama konsumsi.
Kelas menengah yang berjumlah 52 juta orang atau 19 persen dari total penduduk Indonesia, berkontribusi terhadap 40 persen total konsumsi. Sementara itu, calon kelas menengah yang berjumlah 148 juta orang atau 54 persen dari total penduduk, berkontribusi terhadap 44 persen pengeluaran konsumsi.
Namun, jumlah penduduk kelas menengah menurun sebesar 9 juta jiwa selama periode 2018-2023, dari 61 juta menjadi 52 juta jiwa, menurun sebesar 8 persen dalam periode tersebut.
Sebelumnya, Direktur Riset Bright Institute, Muhammad Andri Perdana, menyayangkan kebijakan pemerintah yang menambah beban pajak PPN, sementara di sisi lain kembali mengeluarkan kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) untuk menambah penerimaan negara.
Andri memperingatkan bahwa kebijakan tax amnesty yang kembali diterapkan akan berdampak buruk dalam jangka panjang.
“Jika tax amnesty kembali dilakukan, pengemplang pajak akan melihat bahwa kebijakan ini bisa muncul lagi setiap kali pemerintah kesulitan keuangan, dan itu akan semakin sering terjadi ke depannya,” kata Andri.