Jakarta –
Buntut peningkatan penyalahgunaan ketamin, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) mengkaji kemungkinan perubahan regulasi yang memungkinkan obat tersebut masuk ke dalam golongan psikotropika. Pasalnya, lebih dari 150 ribu vial ditemukan beredar dan digunakan tanpa resep dokter, meski termasuk obat keras.
Peningkatan tersebut tercatat melampaui lebih dari 1.000 persen dibandingkan tren pada 2023 dengan ‘hanya’ sekitar 3 ribu vial. Semakin banyak penyalahgunaan ketamin suntik dengan tujuan mendapatkan efek euphoria, halusinasi, selayaknya narkoba.
“Selama ini dia hanya masuk untuk obat keras saja, sebagai obat bius, prinsipnya sebetulnya secara ilmu farmakologi, termasuk psikotropika, tetapi aturan kita belum sampai situ,” beber Taruna dalam konferensi pers Jumat (6/12/2024).
“Ini akan kita usulkan ke Kementerian Kesehatan RI, karena domainnya ada di Kementerian terkait, bukan di BPOM RI,” lanjutnya.
BPOM RI tengah mengkaji lebih lanjut bagaimana obat-obatan tersebut bisa banyak keluar melalui apotek, tanpa indikasi yang jelas. “Obat-obat ini dia ada yang lewat apotek, ada juga yang tidak lewat apotek, tetapi tetap tidak seharusnya itu keluar,” bebernya.
“Itu yang kita investigasi sekarang. BPOM RI tidak segan-segan memberikan sanksi tegas pidana bagi pelaku usaha yang tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan,” sambung dia.
Sudah ada 17 pelaku usaha kefarmasian yang layanan apoteknya dihentikan sementara, dari temuan 65 apotek dengan indikasi pelanggaran.
(naf/kna)