Jakarta –
Proses seleksi calon Dewan Pengawas (Dewas) dan Direksi BPJS Kesehatan serta BPJS Ketenagakerjaan periode 2026 hingga 2031 menuai sorotan.
Dua lembaga pemantau publik, BPJS Watch dan Indonesian Audit Watch (IAW), menilai proses yang dijalankan Panitia Seleksi (Pansel) sarat kejanggalan dan berpotensi conflict of interest (COI).
Dalam pernyataan bertajuk ‘#SaveJamsos Indonesia, Agar BPJS Tidak Jadi Bancakan’ keduanya menyoroti indikasi intervensi politik dalam pembentukan Pansel, keterlambatan penerbitan Keppres 104/P dan 105/P 2025, hingga waktu pendaftaran yang dipersingkat hanya tiga hari.
BPJS Watch juga menerima banyak laporan kendala teknis saat pendaftaran online, mulai dari gagal unggah dokumen, error server, hingga perubahan lembaga tujuan tanpa persetujuan peserta.
Selain itu, hasil seleksi administrasi dinilai janggal karena hanya meloloskan 8 calon Dewas unsur pekerja dan pemberi kerja di masing-masing BPJS.
Beberapa nama yang lolos bahkan disebut masih berstatus pengurus partai politik aktif, yang dianggap melanggar aturan seleksi.
“Kami mendesak proses seleksi diulang secara transparan dan objektif. Kami mengajukan somasi, dengan tenggat waktu jawaban dalam waktu 1×24 jam. Jika tidak direspons, kami siap menempuh langkah hukum,” tegas BPJS Watch dalam konferensi pers daring, Minggu (26/10/2025).
Keduanya juga menilai Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) gagal menjaga independensi karena berperan ganda sebagai pengawas sekaligus pelaksana seleksi, sehingga rawan konflik kepentingan.
BPJS Watch dan IAW meminta pemerintah memastikan seluruh tahapan rekrutmen pimpinan BPJS berjalan transparan, akuntabel, dan bebas intervensi politik.
“BPJS adalah badan publik yang mengelola dana rakyat. Jangan sampai jadi bancakan kekuasaan,” tutup pernyataan mereka.
(naf/naf)
