Bisnis.com, JAKARTA— CEO Microsoft Satya Nadella secara terbuka mengaku khawatir kecerdasan buatan (AI) justru dapat menghancurkan perusahaannya sendiri.
Kekhawatiran itu dia sampaikan dalam pertemuan internal karyawan, di tengah gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran dan pergeseran fokus Microsoft ke investasi miliaran dolar untuk AI.
Nadella menyinggung kisah Digital Equipment Corporation (DEC), perusahaan komputer yang berjaya pada 1970-an. Namun, kemudian tersingkir karena salah langkah strategis.
“Beberapa orang yang berkontribusi pada Windows NT berasal dari laboratorium DEC yang terkena PHK,” katanya dikutip dari laman The Verge pada Senin (22/9/2025).
Pernyataan tersebut mencerminkan ketatnya perebutan talenta AI saat ini. Perusahaan-perusahaan teknologi rela menggelontorkan biaya besar untuk membajak tenaga ahli terbaik dari pesaing.
Suasana di internal perusahaan juga tengah tidak menentu. Ribuan karyawan kehilangan pekerjaan, sementara yang bertahan diliputi rasa takut akan digantikan oleh teknologi baru. Di sisi lain, Nadella menghadapi tekanan besar untuk memastikan Microsoft tetap relevan di tengah persaingan AI yang semakin sengit.
Tekanan pada Microsoft makin terasa setelah miliarder Elon Musk meluncurkan proyek AI baru bernama Macrohard bulan lalu. Musk bahkan berspekulasi perusahaan perangkat lunak seperti Microsoft, yang tidak memproduksi perangkat keras, secara teori bisa digantikan sepenuhnya oleh AI.
Menanggapi hal ini, Nadella menegaskan Microsoft siap beradaptasi, bahkan jika harus merelakan produk yang sudah dicintai puluhan tahun.
“Semua kategori produk yang mungkin kita cintai selama 40 tahun bisa jadi tidak lagi relevan. Nilai kita ke depan hanya ada jika kita membangun sesuatu yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan zaman, bukan sekadar terikat pada masa lalu,” katanya.
Microsoft masih menegaskan komitmennya pada AI. Tahun ini, perusahaan mengalokasikan dana hingga US$80 miliar atau sekitar Rp1.240 triliun untuk pembangunan pusat data AI. Angka tersebut jauh lebih besar dibandingkan investasi yang digelontorkan Google maupun Meta.
Namun, langkah ini tidak lepas dari tantangan, terutama dalam hubungan dengan OpenAI.
Mitra strategisnya itu kini mendorong perubahan status menjadi perusahaan berorientasi laba sekaligus membutuhkan kapasitas komputasi lebih besar dari yang bisa diberikan Microsoft. Situasi tersebut menekan kerja sama bernilai miliaran dolar yang sudah terjalin.
Pekan lalu, kedua perusahaan hanya berhasil menandatangani nota kesepahaman yang sifatnya tidak mengikat, sambil berusaha merampungkan kesepakatan resmi.
