Bos FAO Bicara Ekonomi Biru di Indonesia, Ini Katanya

5 February 2024, 15:52

Jakarta, CNBC Indonesia – Ekonomi biru digadang-gadang dapat menjadi solusi atas permasalahan dalam pengelolaan kelautan dan perikanan terutama di Indonesia. Namun, konsep tersebut masih tergolong baru sehingga sulit dan menjadi tantangan untuk dilakukan.
Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) tengah mendorong perikanan Indonesia menuju ekonomi biru. Ada beberapa capaian yang sudah dilakukan FAO di Indonesia serta negara asia pasifik lainnya.

Salah satunya adalah Global Environment Facility (GEF) yang menggelontorkan US$ 78.5 juta untuk 13 proyek di 16 negara termasuk Indonesia. Banyak pekerjaan telah dilaksanakan dalam mengelola keanekaragaman hayati perairan darat dan laut di Indonesia, beberapa yang cukup besar adalah bermitra dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam ISLME (Proyek regional untuk manajemen keberlanjutan pada ekosistem laut besar Indonesia) dan IFISH (Proyek Konservasi di Perikanan Darat)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Tapi bagaimana bisa merealisasikannya? ini sebuah tantangan, kerangka regulatifnya ada, beberapa sudah punya. Tetapi ada beberapa yang tidak, ini sulit karena kita harus lintas perspektif internasional,” ungkap Kepala Perwakilan FAO, Rajendra Aryal di Indonesia Marine and Fisheries Business Forum 2024 di Hotel Fairmont, Jakarta, Senin (5/2/2024).
Menurut Rajendra konsep ekonomi biru layak dipertimbangkan untuk masa depan Indonesia. Terlebih, kerangka ekonomi biru dianggap dapat mewujudkan Indonesia sebagai negara kepulauan yang berdaulat, maju, dan tangguh melalui pembangunan yang berkelanjutan.
Idealnya, ekonomi biru bertujuan untuk membangun sistem ekonomi yang berkelanjutan berdasarkan prinsip-prinsip alami dan lokalitas. Misalnya pangan biru atau pangan yang dihasilkan dari laut, danau, dan sungai.
Pangan biru memiliki peran penting dalam mencapai ketahanan pangan, mengakhiri kekurangan gizi, dan membangun sistem pangan yang sehat, positif alam, dan tangguh di dunia
“Kita mungkin bisa membantu mengubah mindsetnya. Saya ingat, ada Pak Hakim dari Cirebon, ia adalah pelaku UMKM di blue ocean, bagaimana bisa meningkatkan inovasinya? Dia sudah mendapat izin dan memastikan laporan yang akurat dan dia sudah berhubungan dengan hal yang berkaitan dengan hukum artinya sulit tapi bukan berarti tidak mungkin dari teknis dan pengalamannya, ini adalah hal yang dapat kita miliki di Asia,” tuturnya.
Namun tantangan FAO sekarang adalah bagaimana nelayan-nelayan di Indonesia belum sadar dengan konsep ekonomi biru. Mereka masih bebas menangkap ikan tanpa memperhatikan prinsip-prinsip lingkungan. Padahal ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menerapkan ekonomi biru, misalnya dengan menggunakan sistem akuakultur.
Pada kesempatan itu, Rajendra juga ingin memastikan nilai konservasi keanekaragaman hayati dan pemanfaatan berkelanjutan ke dalam praktik perikanan darat. Salah satu terobosan proyek yang dilakukan FAO adalah kerja sama pembangunan fishway.

FAO menekankan ikan sangat penting untuk siklus hidup jalur migrasi ikan seperti Anguilla sp. belut dan ikan bernilai ekonomi tinggi lainnya.
“Ibu Turini di Cilacap itu ada Ibu rumah tangga suka masak, tapi dengan kesadaran teknologi edukasi menjadi bagian dari koperasi pembudidayaan belut. Ini adalah salah satu spasies berbahaya lalu bagaimana kita bisa melestarikan hewan yang hampir punah dan bekerja dengan masyarakat adat? Ini adalah tantangannya. Anda perlu membangun kemampuan mereka, kita tak bisa ubah mereka dengan satu malam dan juga itu sangat mengesankan, itu bisa disebut pahlawan,” tandasnya.

[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya

Kabar Baik, Stok Beras di Dunia Tertinggi Sepanjang Sejarah

(wur/wur)

Tokoh

Partai

Institusi

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Transportasi