Bom Bunuh Diri Polsek Astana Anyar Alarm Serius Geliat Sel Terorisme

9 December 2022, 10:13

Jakarta, CNN Indonesia — Aksi teror bom bunuh diri di Kantor Polsek Astana Anyar, Bandung Jawa Barat, pada Rabu (7/12) pukul 8.20 WIB menjadi alarm serius bagi seluruh pihak ihwal bahaya laten dari kebangkitan sel-sel terorisme di Indonesia.
Sedikitnya 10 orang menjadi korban dalam aksi bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar itu yakni 9 anggota Polri, dan seorang warga. Satu orang anggota Polri atas nama Aiptu Sofyan meninggal. Pelaku bom bunuh diri juga tewas.
Pelaku, Agus Sujatno alias Agus Muslim, adalah eks narapidana teroris yang tengah jalani program deradikalisasi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan pelaku sebelumnya terafiliasi jaringan Jemaah Ansharut Daulah (JAD) Jawa Barat. Meskipun tengah menjalani program deradikalisasi usai bebas dari penjara, Listyo mengatakan Agus masih berstatus ‘merah’.
“Yang bersangkutan ini sebelumnya ditahan, diproses di LP Nusakambangan. Artinya dalam tanda kutip masuk ke dalam kelompok yang masih merah,” ungkap Listyo saat meninjau lokasi kejadian di Polsek Astana Anyar, Bandung, Rabu (7/12).
Dikhawatirkan, bom bunuh diri yang diledakkan oleh Agus ini dapat berujung menjadi ancaman yang lebih serius khususnya menjelang momen natal dan tahun baru (nataru) 2023.

Kriminolog asal Universitas Indonesia (UI) Ardi Putra Prasetya mengatakan aksi teror di Astana Anyar kemarin sejala dengan pola aksi teror di masa lalu yang menunjukkan peningkatan pada masa-masa pergantian tahun.
“Kalau kita lihat trennya memang aksi teror itu banyak terjadi di awal atau akhir tahun. Kalau itu tren Jemaah Islamiyah ketika itu ada bom malam Natal dan tahun baru itu terjadi di bulan-bulan ini dan tren yang lain juga,” ujar Ardi kepada CNNIndonesia.com, Jumat (9/12).
Menurut Ardi, hal yang ditakutkan terjadi ialah aksi bom bunuh diri kemarin justru menjadi stimulus bagi kelompok lainnya untuk menggencarkan aksi.
“Karena yang ditakutkan selain trennya, aksi kemarin bisa jadi detonasi atau replikasi kelompok-kelompok lain. Yang awalnya ada jaringan-jaringan yang enggak berani padahal ada niat, karena terpicu aksi kemarin jadi berani. Nah, ini juga harus di waspadai,” katanya.

Di sisi lain, Ardi juga memberikan catatan terhadap proses deradikalisasi yang diatur pada UU 5/2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Menurutnya, UU tersebut tidak mengatur proses deradikalisasi sebagai suatu hal yang bersifat memaksa.
“Ini kelemahan regulasi ya. Jadi di UU 5/2018 itu yang diadili di situ adalah perbuatannya, bukan ideologinya. Jadi sangat dimungkinkan setelah dia menjalani proses pidana ideologinya masih keras. Itu karena dalam UU [pemberantasan tindak pidana terorisme], enggak ada terminologi untuk deradikalisasi dengan memaksa. Itu enggak ada,” katanya.

Baca halaman selanjutnya.

Waspadai Tanda Kebangkitan dan Aktifnya Sel-sel Teroris

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

Partai

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Negara

Topik

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi