Bojonegoro Terancam Krisis Fiskal, Ketergantungan Migas Picu Penurunan Pendapatan Daerah Rp1,2 T

Bojonegoro Terancam Krisis Fiskal, Ketergantungan Migas Picu Penurunan Pendapatan Daerah Rp1,2 T

Bojonegoro (beritajatim.com) – Kabupaten Bojonegoro menghadapi guncangan fiskal serius setelah kebijakan pemangkasan dana transfer pusat memotong pendapatan daerah hingga Rp1,2 triliun dalam Rancangan APBD 2026. Dampaknya terasa langsung pada berbagai rencana pembangunan, terutama karena daerah yang dikenal sebagai lumbung migas Jawa Timur ini masih bergantung besar pada dana pusat.

“Bojonegoro selama ini dimanjakan pendapatan migas yang besar. Ketika dana transfer dipangkas, baru terlihat betapa rentannya kondisi fiskal kita,” ujar Direktur Bojonegoro Institute, Aw Saiful Huda, Selasa (18/11/2025).

Dalam Rapat Paripurna Penyampaian Nota Rancangan APBD 2026, Bupati Bojonegoro Setyo Wahono mengungkapkan bahwa ketergantungan daerah terhadap dana transfer pusat mencapai 76,20 persen. Situasi ini menciptakan risiko tinggi, terlebih setelah pemerintah pusat memperketat aturan penggunaan Dana Transfer ke Daerah.

Konteks ini mengingatkan kembali pada situasi tahun 2014–2015, ketika Bojonegoro mengalami gagal bayar proyek akibat penerimaan DBH migas yang jauh dari target. Pola yang sama muncul lagi: produksi migas yang menurun dan pengetatan kebijakan transfer pusat menekan kemampuan belanja daerah.

“Ketergantungan berlebihan pada pendapatan migas memang seperti berjalan di atas es yang suatu saat pasti akan mencair,” tutur Awe, panggilan akrab Aw Saiful Huda.

Di tengah tekanan fiskal tersebut, gagasan pembentukan Dana Abadi Migas kembali mencuat sebagai solusi jangka panjang. Konsep ini bertujuan menyisihkan sebagian pendapatan migas sebagai dana penyangga ketika penerimaan anjlok.

“Dana Abadi menjadi buffer, semacam dana cadangan yang disiapkan untuk krisis finansial seperti sekarang,” jelas Awe.

Namun realisasinya tersendat. Meski inisiasi sudah dimulai sejak 2012, hingga kini pembentukan Dana Abadi Migas masih berstatus Raperda. Pemerintah daerah perlu memperkuat komunikasi dengan pemerintah pusat untuk mendapatkan izin pembentukan dana tersebut.

Setelah Perda disahkan, berbagai aturan teknis tetap harus disiapkan, mulai dari kelembagaan pengelola, mekanisme transparansi dan akuntabilitas, hingga formula penambahan pokok dana. Awe juga menekankan pentingnya pengarusutamaan ekologi dalam Dana Abadi Bidang Pendidikan.

“Misalnya dengan memberikan afirmasi beasiswa untuk jurusan lingkungan, pertanian, atau penelitian pengembangan energi terbarukan,” paparnya.

Di sisi lain, Pemkab Bojonegoro menargetkan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi Rp1,08 triliun. Enam kebijakan pendapatan telah disiapkan, termasuk intensifikasi pemungutan pajak, penataan regulasi tarif, serta peningkatan kualitas pelayanan pajak berbasis teknologi. Upaya ini sekaligus menyasar audience Gen Z yang semakin mengandalkan layanan digital.

Namun tantangan internal masih besar. Mulai dari keterbatasan SDM pengelola pajak, sarana prasarana pendukung yang belum optimal, kebutuhan pembaruan data objek pajak, hingga kinerja BUMD yang masih perlu ditingkatkan agar mampu memberi kontribusi signifikan terhadap PAD. [lus/beq]