Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Besok Putusan, Ini 7 Fakta Praperadilan Tom Lembong versus Kejaksaan Agung

Besok Putusan, Ini 7 Fakta Praperadilan Tom Lembong versus Kejaksaan Agung

Jakarta: Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan menggelar sidang putusan praperadilan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong), Selasa besok 26 November 2024 pukul 14.00 WIB. Kasus ini melibatkan dugaan korupsi impor gula yang merugikan negara hingga Rp400 miliar.

Pihak Tom Lembong berharap praperadilan ini akan menguatkan posisi mereka. Sementara Kejaksaan optimis bahwa status tersangka tetap sah.

Sidang putusan ini akan menjadi penentu bagi langkah hukum Tom Lembong selanjutnya. Apakah penetapan tersangka akan dibatalkan atau tetap dilanjutkan, semua tergantung pada keputusan hakim tunggal esok hari.

Berikut adalah tujuh fakta menarik terkait praperadilan ini:
1. Pengacara Tom Lembong: Penetapan Tersangka Tidak Sah
Kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, dalam persidangan menyatakan bahwa penetapan tersangka kliennya tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.

“Menyatakan dan menetapkan bahwa penetapan tersangka yang diterbitkan oleh termohon terhadap pemohon berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor TAP-60/F.2/Fd.2/10/2024 tertanggal 29 Oktober 2024 adalah tidak sah dan tidak mengikat secara hukum,” ujar Ari Yusuf Amir, Senin 25 November 2024.

Selain itu, pihaknya juga meminta agar status tahanan Tom Lembong dibatalkan serta penyidikan dihentikan.
Baca juga: Kasus Tom Lembong, Masalah Hukum atau Politik?

2. Jaksa: Penetapan Tersangka Sesuai Prosedur
Di sisi lain, Kejaksaan Agung melalui tim jaksa bersikukuh bahwa penetapan tersangka terhadap Tom Lembong telah memenuhi prosedur hukum berdasarkan dua alat bukti yang sah. Jaksa meminta agar praperadilan ini ditolak sepenuhnya oleh hakim.

“Menolak permohonan praperadilan untuk seluruhnya,” tegas jaksa saat menyampaikan kesimpulan.
3. Ahli Pidana: Penetapan Tersangka Berdasarkan Bukti Awal
Kejaksaan menghadirkan Hibnu Nugroho, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, sebagai saksi ahli. Hibnu menjelaskan bahwa penetapan tersangka berdasarkan dua alat bukti sudah cukup. Bukti tambahan dapat terus dikembangkan dalam penyidikan.

“Apa itu penetapan? Kalau kita mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi adalah penetapan dua alat bukti. Dua alat bukti itu merujuk pada pasal 184. Saksi, ahli, surat, keterangan. Termasuk pasal 26A, kalau itu terkait dengan screenshot, kemudian bukti-bukti elektronik, dan sebagainya,” kata Hibnu, Jumat 22 November 2024.

Ia menekankan bahwa laporan audit awal sudah dapat dijadikan bukti permulaan, meskipun laporan final tetap penting untuk memastikan.
4. Ahli Pihak Tom: Penetapan Tersangka Prematur
Tom Lembong menghadirkan Chairul Huda, ahli hukum pidana, yang menilai bahwa penetapan tersangka tidak dapat dilakukan tanpa hasil audit final dari BPK.

“Belum adanya hasil audit itu menyebabkan penetapan tersangka prematur,” jelas Chairul Huda, Kamis 21 November 2024.

Menurutnya, audit yang membuktikan kerugian negara merupakan elemen kunci dalam menetapkan tersangka kasus korupsi.

5. Perdebatan Soal Peran PTUN
Ahli hukum administrasi negara, Ahmad Redi, yang dihadirkan jaksa, menyoroti isu penyalahgunaan wewenang dalam kasus ini. Menurutnya, meskipun dugaan penyalahgunaan wewenang biasanya diuji di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), namun tidak perlu dilakukan apabila kasus sudah masuk ke ranah pidana.

“Ketika ada irisan hukum pidana, maka tidak perlu ada putusan PTUN,” ujar Ahmad Redi, Jumat 22 November 2024.
6. Duduk Perkara Kasus Korupsi Impor Gula
Kasus ini berawal dari kebijakan impor gula pada 2015-2016 saat Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan. Saat itu, hanya BUMN yang diizinkan mengimpor gula kristal putih (GKP) untuk menjaga ketersediaan dan stabilitas harga.

Namun, Tom Lembong diduga memberikan izin kepada perusahaan swasta untuk mengimpor gula kristal mentah (GKM) yang kemudian diolah menjadi GKP. Keputusan ini dianggap melanggar aturan dan menyebabkan kerugian negara sebesar Rp400 miliar.
7. Penantian Putusan Hakim Tunggal
Hakim tunggal yang memimpin persidangan, mengumumkan bahwa putusan akan dibacakan pada Selasa 26 November 2024 pukul 14.00 WIB.

“Putusannya besok ya, jam 2,” ujar hakim menutup sidang terakhir.

 

Jakarta: Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan menggelar sidang putusan praperadilan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong), Selasa besok 26 November 2024 pukul 14.00 WIB. Kasus ini melibatkan dugaan korupsi impor gula yang merugikan negara hingga Rp400 miliar.
 
Pihak Tom Lembong berharap praperadilan ini akan menguatkan posisi mereka. Sementara Kejaksaan optimis bahwa status tersangka tetap sah.
 
Sidang putusan ini akan menjadi penentu bagi langkah hukum Tom Lembong selanjutnya. Apakah penetapan tersangka akan dibatalkan atau tetap dilanjutkan, semua tergantung pada keputusan hakim tunggal esok hari.
Berikut adalah tujuh fakta menarik terkait praperadilan ini:

1. Pengacara Tom Lembong: Penetapan Tersangka Tidak Sah

Kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, dalam persidangan menyatakan bahwa penetapan tersangka kliennya tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
 
“Menyatakan dan menetapkan bahwa penetapan tersangka yang diterbitkan oleh termohon terhadap pemohon berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor TAP-60/F.2/Fd.2/10/2024 tertanggal 29 Oktober 2024 adalah tidak sah dan tidak mengikat secara hukum,” ujar Ari Yusuf Amir, Senin 25 November 2024.
 
Selain itu, pihaknya juga meminta agar status tahanan Tom Lembong dibatalkan serta penyidikan dihentikan.

2. Jaksa: Penetapan Tersangka Sesuai Prosedur

Di sisi lain, Kejaksaan Agung melalui tim jaksa bersikukuh bahwa penetapan tersangka terhadap Tom Lembong telah memenuhi prosedur hukum berdasarkan dua alat bukti yang sah. Jaksa meminta agar praperadilan ini ditolak sepenuhnya oleh hakim.
 
“Menolak permohonan praperadilan untuk seluruhnya,” tegas jaksa saat menyampaikan kesimpulan.

3. Ahli Pidana: Penetapan Tersangka Berdasarkan Bukti Awal

Kejaksaan menghadirkan Hibnu Nugroho, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, sebagai saksi ahli. Hibnu menjelaskan bahwa penetapan tersangka berdasarkan dua alat bukti sudah cukup. Bukti tambahan dapat terus dikembangkan dalam penyidikan.
 
“Apa itu penetapan? Kalau kita mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi adalah penetapan dua alat bukti. Dua alat bukti itu merujuk pada pasal 184. Saksi, ahli, surat, keterangan. Termasuk pasal 26A, kalau itu terkait dengan screenshot, kemudian bukti-bukti elektronik, dan sebagainya,” kata Hibnu, Jumat 22 November 2024.
 
Ia menekankan bahwa laporan audit awal sudah dapat dijadikan bukti permulaan, meskipun laporan final tetap penting untuk memastikan.

4. Ahli Pihak Tom: Penetapan Tersangka Prematur

Tom Lembong menghadirkan Chairul Huda, ahli hukum pidana, yang menilai bahwa penetapan tersangka tidak dapat dilakukan tanpa hasil audit final dari BPK.
 
“Belum adanya hasil audit itu menyebabkan penetapan tersangka prematur,” jelas Chairul Huda, Kamis 21 November 2024.
 
Menurutnya, audit yang membuktikan kerugian negara merupakan elemen kunci dalam menetapkan tersangka kasus korupsi.

5. Perdebatan Soal Peran PTUN

Ahli hukum administrasi negara, Ahmad Redi, yang dihadirkan jaksa, menyoroti isu penyalahgunaan wewenang dalam kasus ini. Menurutnya, meskipun dugaan penyalahgunaan wewenang biasanya diuji di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), namun tidak perlu dilakukan apabila kasus sudah masuk ke ranah pidana.
 
“Ketika ada irisan hukum pidana, maka tidak perlu ada putusan PTUN,” ujar Ahmad Redi, Jumat 22 November 2024.

6. Duduk Perkara Kasus Korupsi Impor Gula

Kasus ini berawal dari kebijakan impor gula pada 2015-2016 saat Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan. Saat itu, hanya BUMN yang diizinkan mengimpor gula kristal putih (GKP) untuk menjaga ketersediaan dan stabilitas harga.
 
Namun, Tom Lembong diduga memberikan izin kepada perusahaan swasta untuk mengimpor gula kristal mentah (GKM) yang kemudian diolah menjadi GKP. Keputusan ini dianggap melanggar aturan dan menyebabkan kerugian negara sebesar Rp400 miliar.

7. Penantian Putusan Hakim Tunggal

Hakim tunggal yang memimpin persidangan, mengumumkan bahwa putusan akan dibacakan pada Selasa 26 November 2024 pukul 14.00 WIB.
 
“Putusannya besok ya, jam 2,” ujar hakim menutup sidang terakhir.
 
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

(DHI)