JAKARTA – Sebanyak 564 Warga Negara Indonesia (WNI) yang diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sektor online scam dari Myanmar akan segera dipulangkan ke Indonesia pada Selasa, 18 Maret, mendatang.
Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemenlu RI, Judha Nugraha membenarkan jika besok akan ada kepulangan ratusan WNI yang jadi korban TPPO di Myanmar.
“Besok pukul 09.00 WIB tiba di Bandara Soetta,” ucap Judha saat dikonfirmasi VOI, Senin, 17 Maret.
Sementara itu, Yohana salah seorang warga Jakarta Selatan berharap, dari sekian banyak korban TPPO, ada sepupunya yang Bernama Suhendri alias Hendri. Hendri disebut menjadi korban TPPO di Myanmar. Dan Yohana berharap Hendri berhasil pulang.
“Semoga ada, salah satunya,” kata Yohana.
Ia mengaku telah menanyakan langsung kepada Judha Nugraha terkait kepulangan tersebut. Namun, dia enggan menjawab secara detil nama-nama korbannya.
“Kepulangan ada 500 sekianlah. Tapi tidak tahu, salah satunya ada Hendri atau tidak. Karena saya nanya Pak Judha saja tidak kasih jawaban. Cuma, jawaban Judha, besok kita keluarkan dari Myawaddy hari Rabu sampai Jakarta. Tapi saya tanya ada nama adik saya apa tidak, dia tidak kasih jawaban,” terang Yohana.
Yohana berencana akan datang langsung saat kepulangan ratusan WNI di Bandara Soetta untuk memastikan apakah ada keluarganya atau tidak.
Perlu diketahui, Hendri (39) disebut menjadi korban TPPO. Dia berada di Myanmar karena diimingi gaji 10 ribu US Dollar atau Rp159 juta, tapi berujung penyiksaan.
“10 ribu USD. Fasilitas ditanggung, makan, minum, semua ditanggung. Thailand, Bangkok untuk awal pertama janji,” kata Sepupu korban Daniel (39) saat didatangi di rumahnya di kawasan Petukangan, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Jumat, 9 Agustus.
Mendengar iming-iming yang besar, Hendri tertarik dan orangtuanya pun merestui. Hendri diberangkatkan ke Bangkok, Thailand pada 11 Juli 2024 dari Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) pukul 12.35 WIB. Lalu, korban tiba di Bangkok pada hari yang sama pukul 16.05 waktu setempat.
Setibanya di lokasi, Hendri justru mendapat siksaan di sebuah tempat yang dirasahasiakan. Hal itu diketahui sejak Hendri bisa menghubugi anggota keluarganya melalui handphone.
Kata Daniel, apabila keluarga tidak memberikan uang kepada pelaku, maka Hendri akan terus dianiaya.
“Disiksa, pokoknya setiap HP dia aktif. Jadi dia telpon ke temannya. Dan risikonya dia besar kalau HP-nya aktif. Kalau nggak ada hasil dari pihak keluarga, dalam arti duit masuk, ya dia disiksa. Sampai dipukul pakai stik golf, stik baseball,” ujarnya