Jakarta –
Gelandang klub Italia Fiorentina, Edoardo Bove (22) membuat heboh setelah tiba-tiba kolaps dalam pertandingan melawan Inter Milan beberapa hari lalu. Ia akhirnya dibawa ke rumah sakit dan pertandingan pun akhirnya dibatalkan.
Kondisi ini menjadi perhatian khusus mengingat Edoardo berusia masih sangat muda dan memiliki tubuh bugar seperti atlet pada umumnya. Hal yang juga menjadi pertanyaan adalah situasi ini bukan pertama kalinya terjadi, melainkan sudah berulang.
Beberapa di antaranya seperti pesepakbola Uruguay Juan Izquierdo yang pingsan di lapangan dan akhirnya meninggal di rumah sakit, lalu ada kapten dari klub Luton Town, Tom Lockyer yang mengalami serangan jantung di lapangan, hingga pesepakbola Denmark Christian Eriksen yang pingsan saat Euro 2020.
Kematian Izquierdo terungkap sebagai infeksi virus yang memberikan tekanan ekstra pada jantungnya, sehingga berdetak tidak teratur sesuai ritme. Sedangkan pada kasus pingsannya Tom disebabkan oleh fibrilasi atrium dan Eriksen disebabkan oleh fibrilasi ventrikel, yang juga menyebabkan gangguan irama jantung.
Peneliti akademi klinis Universitas St George London, Dr Raghav Bhatia mengatakan kasus-kasus seperti ini seringkali disebabkan masalah jantung yang tidak terdeteksi. Salah satunya masalah jantung bawaan sejak lahir, tapi belum pernah menimbulkan masalah atau gejala apapun.
“Meskipun program skrining yang dirancang untuk mendeteksi masalah kesehatan tersebut ada untuk atlet, seperti pemindaian atau tes medis apa pun, program tersebut masih tidak sempurna dan ada kemungkinan sejumlah kecil kasus tidak lolos,” kata Bhatia dikutip dari Daily Mail, Selasa (3/12/2024).
Semenjak kejadian tersebut, beberapa ahli jantung menyerukan pemeriksaan jantung berkala di usia muda, usia 20-an, dan usia 30-an untuk atlet sepakbola. Untuk di Inggris sendiri, pemeriksaan jantung pada atlet sepakbola diwajibkan pada usia 16 tahun saja, sedangkan pemeriksaan lanjutan hanya berupa rekomendasi.
Pemeriksaan tambahan tidak hanya akan membantu menemukan masalah jantung yang awalnya mungkin luput, namun ini juga dapat membantu mengidentifikasikan pesepakbola yang mungkin memiliki masalah jantung di kemudian hari.
“Jika seorang pemain diperiksa pada usia 16 tahun, kami tidak dapat memberikan jaminan bahwa saat ia berusia 29 tahun semuanya masih normal,” kata ahli dari Sports Cardiology Clinic at the Institute of Sport, Exercise and Health Prof Guido Pieles.
“Beberapa penyakit muncul di akhir usia 20-an atau 30-an, itulah sebabnya kami juga merekomendasikan skrining longitudinal,” sambungnya.
Penelitian sebelumnya juga menunjukkan atlet yang memainkan olahraga yang disebut ‘start-stop’ atau ‘stop and go’, termasuk sepak bola, yang ditandai dengan ledakan aktivitas fisik yang berat diikuti oleh ketidakaktifan relatif lebih mungkin mengalami serangan jantung.
Hal ini disebabkan oleh tuntutan mendadak yang berulang pada jantung. Ini dapat menyebabkan ketegangan ekstra yang memperburuk masalah jantung yang mungkin dialami pemain.
(avk/kna)