Begini Kronologi Oknum ASN Kota Pasuruan Cabuli Keponakan Sendiri di Kota Probolinggo

Begini Kronologi Oknum ASN Kota Pasuruan Cabuli Keponakan Sendiri di Kota Probolinggo

Probolinggo (beritajatim.com) – Seorang oknum aparatur sipil negara (ASN) asal Kota Pasuruan berinisial B (39) diringkus polisi atas dugaan melakukan aksi pencabulan terhadap keponakannya sendiri yang masih di bawah umur. Sementara aksi pelaku berlangsung di Kota Probolinggo.

Kasus ini terungkap setelah orang tua korban mencurigai adanya perubahan perilaku sang anak. Setelah didesak, korban akhirnya mengaku bahwa dirinya telah dicabuli pamannya sendiri.

“Awalnya orang tua korban melihat perubahan sikap dan kondisi anaknya. Setelah ditanya, korban mengaku menjadi korban pencabulan dan persetubuhan oleh pamannya sendiri sebanyak tiga kali,” ujar Kasat Reskrim Polres Probolinggo Kota, Iptu Zaenal Arifin, saat memberikan keterangan di Mapolres.

Mendapat laporan pada 19 September 2025, polisi langsung melakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan. Di antaranya koordinasi dengan Unit PPA, melakukan visum terhadap korban, hingga mengumpulkan dua alat bukti. Hasilnya, tersangka ditetapkan sebagai pelaku pada 28 Oktober 2025.

“Tersangka ini bekerja sebagai ASN di Kota Pasuruan. Hubungannya dengan korban adalah paman kandung. Dari keterangan yang kami peroleh, aksi itu dilakukan sebanyak tiga kali di rumah tersangka di wilayah Kelurahan Kedopok, Kota Probolinggo,” jelas Zaenal.

Modus yang digunakan tersangka ialah dengan bujuk rayu, tipu muslihat, dan iming-iming tertentu agar korban menuruti keinginannya. Meski begitu, polisi masih mendalami apakah tersangka memiliki penyimpangan perilaku seksual.

Dari tangan tersangka, polisi menyita sejumlah barang bukti, termasuk telepon genggam milik korban dan tersangka. Sementara isu beredarnya video asusila yang diduga menampilkan hubungan keduanya, dibantah pihak kepolisian.

“Belum ditemukan bukti adanya video atau rekaman sebagaimana yang ramai dibicarakan,” tegas Kasat Reskrim.

Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 81 ayat (2) dan Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. [ada/beq]