TRIBUNJAKARTA.COM – Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengungkapkan perbedaan gaya Presiden ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi dengan Presiden RI Prabowo Subianto.
Diketahui, Sanitiar Burhanuddin menjabat sebagai Jaksa Agung sejak era pemerintahan Jokowi hingga saat ini.
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkapkan pihaknya independen dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum.
“Tidak pernah kamu, ini sikat, ini sikat enggak ada. Ada bukti ya sudah kita tindak lanjuti,” kata ST Burhanuddin dikutip TribunJakarta.com dari akun Youtube Kompas.com, Sabtu (15/3/2025).
Namun, ST Burhanuddin mengaku adanya perbedaan gaya kepemimpinan antara Jokowi dengan Prabowo.
“Kalau Pak Prabowo kan tokleh gitu kalau bahasa Jawa itu apa ya. Apa adanya, ayo gitu blak-blakan lah tapi lugas. Kalau Pak Jokowi kan gayanya kalem itu bedanya itu aja tapi semuanya pasti mendukung tindakan kejaksaan,” ungkapnya.
ST Burhanuddin lalu menyinggung hasil penelitian Presiden Prabowo Subianto dimana APBN bocor 30 persen. Menurutnya, hal tersebut yang harus diperbaiki bukan saja oleh penegak hukum tapi seluruh rakyat.
“Dalam artian selalu ada bertanya dari mana memulainya, apa pemberantasan korupsi. Kalau saya dari pribadi masing-masing,” kata ST Burhanuddin.
KLIK SELENGKAPNYA: Pengamat Politik Adi Prayitno Menilai Presiden ke-7 RI Jokowi Terlihat Sangat Istimewa di era Prabowo. Indikasi Beda dengan SBY dan Megawati.
ST Burhanuddin menurutkan pemberantasan mulai dari keluarga hingga kantor. Kemudian, para menteri juga diajak ikut memberantas korupsi.
“Kalau menterinya tidak pernah terima duit gitu hal-hal tidak yang tidak halal gitu ke bawah pun akan takut untuk menerima tapi kalau di atasnya sudah menerima ah lu juga terima apalagi gue,” kata ST Burhanuddin.
Jaksa Agung mengungkapkan kebocoran APBN hampir semua sektor. Namun paling utama yakni konstruksi atau sektor pembangunan.
“Ada proyek-proyek itu yang dijual. Yang saya sangat saya sayangkan sebenarnya proyek itu kalau sudah pemenang ya sudah harusnya dikerjakan. Jangan disub lagi disub lagi akan habis duit,” katanya.
Ia menuturkan hal tersebut merupakan salah satu contoh dari banyak modus yang menyebabkan kebocorann tinggi hingga 30 persen.
“Itu pendapat pak presiden dan kita memang sama kita punya data pun begitu,” katanya.