Beda dengan Nikel, Pabrik Bauksit RI Sepi Investor!

16 January 2024, 21:30

Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa sepanjang tahun 2023 lalu tidak ada smelter atau fasilitas pemurnian dan pemrosesan bauksit baru yang selesai terbangun.
Plt Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Suswantono mengatakan, hingga tahun 2023 lalu “hanya” ada 5 smelter mineral terintegrasi dengan pertambangan yang sudah beroperasi, mayoritas adalah smelter nikel. Selain itu, ada 2 smelter terintegrasi yang masih dalam tahap pembangunan.
Namun, dari total 7 smelter yang disebutkan oleh Bambang, tidak satupun smelter bauksit dibangun atau menunjukkan progres yang positif pada 2023 lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Perkembangan pembangunan fasilitas pemurnian mineral sampai dengan 2023 tercapai 5 unit, target ditetapkan 7 unit smelter terintegrasi,” ungkapnya dalam Konferensi Pers Capaian Kinerja 2023 dan Program Kerja 2024 Ditjen Minerba, Selasa (16/1/2024).
Perlu diketahui, jumlah smelter terintegrasi tambang yang beroperasi hingga 2023 tersebut masih sama sejak 2020. Adapun realisasi smelter terintegrasi tambang yang beroperasi pada 2020-2023 ini hanya meningkat 1 dari 2019 yang terdapat 4 smelter, dan 3 smelter pada 2018.
Adapun rincian kemajuan 7 pembangunan pemurnian mineral di Indonesia berdasarkan catatan Ditjen Minerba Kementerian ESDM, di mana 5 di antaranya sudah beroperasi sebagai berikut:
– PT Aneka Tambang sudah 100% lokasi di Pomalaa, Kolaka, Sulawesi Tenggara sudah terbangun dan produksi sejak 1976 dan 2007 ekspansinya.
– PT Vale Indonesia di Sulawesi Selatan, Kontrak Karya nikel matte terbangun berperasi 1978 dan 2011 ekspansinya
– PT Wanatiara Persada 100% di Maluku Utara terbangun operasi Fero Nikel 2019
– PT Fajar Bhakti Lintas Nusantara terbangun 100% merupakan smelter nikel pig iron atau NPI di Maluku Utara terbangun sejak 2015 namun saat ini berhenti beroperasi tingginya biaya produksi atau bahan baku kokas
– PT Weda Bay Nickel di Maluku Utara 100% beroperasi sejak 2020
Dengan begitu, pasca tahun 2020 belum ada smelter mineral yang beroperasi hingga saat ini. Yang mana terdapat dua proyek smelter yang saat ini tengah dibangun, antara lain:
– PT Antam (proyek P3FH) ini 99,9% di Maluku Utara saat ini lelang pembangunan pembangkit listrik.
– PT Sebuku Iron Lateric Ores atau PT SILO 90,24% lokasi Kalimantan Selatan dan merupakan smelter besi menghasilkan sponge fero alloy.
Selain itu, Bambang juga mengatakan dari total 5 smelter mineral teritegrasi yang dibangun itu, pihaknya menyebut tengah memantau progres pembangunan smelter mineral terintegrasi lainnya seperti smelter tembaga terintegrasi milik PT Freeport Indonesia (PTFI), dan smelter bauksit di Kalimantan.
Dia menyebutkan, khususnya smelter bauksit, masih terkendala dalam mencari pendanaan dari investor.
“Memang soal 5 smelter tadi ada beberapa kita juga smelter di luar nikel, di antaranya Freeport di Gresik itu tembaga, kemudian bijih besi itu iron literic ores atau PT SILO, kemudian bauksit di Kalbar ada di Ketapang, bauksit di Kotawaringin, Pontianak, Ketapang Kalbar masih proses semua pencarian investor untuk pendanaan dan pemulihan IUP dan proses kebanyakan pencarian investor pendanaan,” tuturnya.

Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) buka-bukaan terkait dengan kendala utama dalam pembangunan industri hilirisasi mineral mentah khususnya bauksit di dalam negeri.
Plh. Ketua Umum APB3I Ronald Sulistyanto mengatakan saat ini para pengusaha bauksit masih terkendala pendanaan untuk membangun fasilitas pemurnian dan pemrosesan (smelter) bauksit dalam negeri.
“Rasanya sih (kendala) cuma keuangan aja deh. Karena kalau regulasi saya kira sudah diselesaikan oleh para pengusaha. Pengusaha kita ini kan gak cengeng lah. Artinya kalau bisa dikerjain kenapa enggak gitu. Tapi kalau kita ingin mengerjakan sesuatu tapi gak punya duit kan susah,” ungkap Ronald kepada CNBC Indonesia saat dihubungi, dikutip Jumat (29/12/2023).
Dia mengatakan bahkan untuk membangun satu smelter bauksit di Indonesia membutuhkan dana mencapai US$ 1,2 miliar setara Rp 18,5 triliun (asumsi kurs Rp 15.443 per US$).
Dia klaim sumber pendanaan dari dalam negeri maupun luar negeri tidak bisa mendanai pembangunan smelter di Indonesia. “Kalau (pendanaan) luar negeri jelas kita sedang berusaha keras untuk bisa mendapatkan sektor. Tapi cerminan saja bahwa bank dalam negeri saja atau Himbara saja gak berani lho mengucurkan dana pinjaman untuk membangun smelter bauksit,” tambahnya.
Ronald mengatakan smelter bauksit di Tanah Air terhitung hanya dua unit yakni yang dioperasikan oleh PT Borneo Alumina Indonesia (BAI) dan PT Well Harvest Winning (WHW). “Ya, sementara sih sampai hari ini pergerakannya sih belum signifikan ya. Karena memang seperti yang saya sampaikan tempo hari, kan masih belum bergerak satu sama lain,” tandasnya.

[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya

Jreng! Ada Perusahaan RI Diam-Diam Sudah Impor Bijih Nikel

(wia)