Probolinggo (beritajatim.com) – Wacana pemberian beasiswa perguruan tinggi bagi 500 siswa Kota Probolinggo memantik diskusi panjang dalam rapat lanjutan Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Probolinggo pada Rabu (26/11/2025). Usulan yang digulirkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) itu dinilai masih mentah, baik dari sisi perencanaan, skema pembiayaan, hingga dasar penganggarannya.
Pembahasan wacana ini muncul saat Banggar membedah Rancangan APBD 2026, khususnya pagu anggaran Disdikbud. Kepala Disdikbud Kota Probolinggo, Siti Romlah, menjelaskan bahwa Pemkot berencana memberikan beasiswa kuliah kepada 500 siswa dari keluarga miskin, kategori desil 1 hingga 5. Namun, usulan itu langsung mengundang serangkaian pertanyaan dari anggota legislatif.
“Untuk sementara, atas saran Pj Sekda, kami merekomendasikan kampus Universitas Terbuka (UT) sebagai pilihan untuk program ini,” ujar Siti Romlah.
Pernyataan itu langsung ditanggapi kritis oleh Wakil Ketua I DPRD Kota Probolinggo, Abdul Mujib. Menurutnya, pilihan kampus tidak bisa digiring hanya kepada satu institusi. Ia menilai, jika program beasiswa benar-benar dijalankan, maka Pemkot harus memberi pilihan yang adil dan mempertimbangkan kampus-kampus lain, terutama yang ada di Kota Probolinggo.
“Iya kalau semua mau masuk UT. Tolok ukurnya apa? Kenapa tidak melibatkan kampus lain di Kota Probolinggo? Lalu, komponen pembiayaannya apa? Biaya hidup, uang kuliah, atau hanya UKT per semester?” sergahnya.
Belum sempat pertanyaan itu dijawab, anggota Banggar lainnya, Sibro Malisi, ikut menyuarakan pandangan lebih tajam. Ia meminta Pemkot berhati-hati dalam membuat program yang berpotensi mengganggu fiskal daerah. Terlebih lagi, beasiswa perguruan tinggi bukan kewajiban yang melekat pada pemerintah kabupaten/kota.
“Ini bukan kewenangan wajib pemerintah daerah. Kalau mau memberi beasiswa, boleh saja, tidak haram. Tapi harus realistis dengan kondisi fiskal. Jangan sampai terkesan memaksakan,” tegas Sibro.
Arah pembahasan kemudian melebar ketika Mujib mempertanyakan apakah wacana beasiswa ini sudah dicantumkan dalam rancangan APBD atau sekadar wacana lisan. Ia mengingat, dalam dokumen KUA-PPAS sebelumnya, program tersebut tidak pernah muncul.
“Saya kira ini sudah dicantumkan. Kalau ternyata belum, berarti harus menggeser anggaran lain. Yang digeser apa? Dari mana? Kalau seperti ini, menurut saya tidak perlu. Kita bahkan belum tahu pos mana yang mau dikorbankan,” ucap Mujib.
Siti Romlah mengakui bahwa program beasiswa itu memang belum masuk R-APBD 2026 karena masih dalam tahap wacana. Ia menyebut kemungkinan anggaran akan digeser dari program pelatihan Artificial Intelligence (AI) yang pernah dilaksanakan sebelumnya.
“Terkait anggaran, kemungkinan akan dilakukan pergeseran dari kegiatan pelatihan AI. Mohon saran Banggar nantinya seperti apa,” katanya.
Ketua DPRD Kota Probolinggo, Sinta Dwi Laksmi, menutup pembahasan dengan menegaskan bahwa seluruh catatan kritis dari anggota Banggar akan ditampung. Rekomendasi resmi akan diberikan setelah pembahasan keseluruhan RAPBD rampung.
Dengan serangkaian catatan tajam dari legislatif, nasib wacana beasiswa kuliah untuk 500 siswa tersebut kini berada pada keputusan politik dan penajaman skema yang harus dibuktikan oleh Pemkot. Program ini bisa menjadi langkah strategis untuk pemerataan pendidikan, namun juga berpotensi menjadi beban fiskal baru jika tidak disiapkan secara matang. (ada/kun)
