Jakarta –
Dunia kini sedang bergerak menuju pengurangan penggunaan batu bara dalam pembangkit listrik melalui inisiatif coal phase-out. Negara-negara anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menargetkan penghentian penggunaan batu bara pada 2030.
Meski demikian, cadangan batu bara Indonesia yang besar tetap memiliki daya tarik dan dipandang seksi bagi sebagian besar negara yang masih bergantung pada energi fosil ini.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Gita Mahyarani mengatakan bahwa batu bara Indonesia tetap menarik di pasar internasional.
“Di tengah upaya coal phase-out global, posisi Indonesia sebagai eksportir batu bara termal terbesar sulit digantikan karena banyak negara masih bergantung pada batu bara kita,” ujar Gita saat dihubungi beberapa waktu lalu.
Dia menjelaskan, Indonesia adalah salah satu produsen batu bara terbesar di dunia, dengan produksi 625 juta ton pada 2022. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, produksi batu bara tahun 2023 mencapai 775 juta ton, melampaui target awal 695 juta ton.
Di samping itu, cadangan batu bara Indonesia mencapai 4% dari total cadangan dunia. Adapun, Amerika Serikat memiliki cadangan sebesar 25%, Rusia 16%, Australia 15%, China 14%, dan India 10%.
Menurut Gita, batu bara Indonesia memiliki keunggulan karena kandungan abu dan sulfur yang rendah, sehingga lebih ramah lingkungan dibandingkan batu bara dari negara lain. Karakteristik ini pula yang membuat banyak negara tetap tertarik menggunakan batu bara Indonesia.
Diperkirakan cadangan yang besar dan permintaan global yang masih tinggi, Indonesia diperkirakan akan tetap menjadi pemain utama dalam industri batu bara dunia.
“Kami optimistis dalam 10-20 tahun ke depan, batu bara tetap berperan penting dalam menjaga ketahanan energi nasional, sembari mendukung pertumbuhan energi terbarukan sesuai target Nationally Determined Contribution (NDC),” jelas Gita.
Transisi Energi Bertahap
Gita menambahkan bahwa transisi menuju energi terbarukan perlu dilakukan secara bertahap. Mengingat kebutuhan energi dan kemampuan finansial tiap negara berbeda.
“Pengurangan batu bara atau coal phase-down harus mempertimbangkan ketahanan energi di setiap negara,” ujarnya.
Sementara itu, Pengamat Energi UGM, Fahmy Radhi turut mengakui cadangan batu bara yang cukup besar. Dia menilai jika cadangan tersebut ditinggalkan begitu saja berpotensi tidak menguntungkan bagi Indonesia.
“Indonesia itu kan masih mempunyai cadangan batu bara yang masih cukup besar. Sehingga kalau ditinggalkan begitu saja Ini barangkali yang kurang menguntungkan bagi Indonesia,” jelasnya.
Menurutnya, tantangan yang mesti dijawab Indonesia yakni bagaimana membuat batu bara menjadi sumber energi yang lebih ramah lingkungan. Dia mengatakan hal dapat dilakukan karena saat ini sudah banyak teknologi yang bisa membuat batu bara menjadi lebih ramah lingkungan.
“Ada keharusan juga bagi Indonesia tetap bisa menggunakan cadangan batu bara tadi. Tapi kemudian mengolahnya menjadi energi bersih juga banyak cara yang bisa digunakan misalnya dengan teknologi tertentu,” tutupnya.
(akn/ega)