Bappenas Blak-blakan Ungkap Target Pengembangan UMKM 2025-2045

7 March 2024, 17:20

Jakarta, CNBC Indonesia – Staf Ahli Bidang Pembangunan Sektor Unggulan dan Infrastruktur Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)/Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Leonard Teguh Sambodo menyebut saat ini menjadi momentum yang tepat untuk pengembangan UMKM. Oleh karena itu, dia mengatakan kalau Bappenas telah sukses menyusun RPJMN 2045.
“Pada saat yang sama Pak Menteri menyebut rencana Kick Off pada 2025,” ungkap Leonard dalam acara BRI Microfinance Outlook 2024 di Menara BRILiaN, Jakarta Selatan, Kamis (7/3/2024).
Secara rinci, Leonard menyebut hingga 2045 ditargetkan proporsi jumlah usaha kecil dan menengah dari 1,32% pada 2019 menjadi 5%. Selain itu, rasio kewirausahaan dari 2022 sebesar 2,86% ditargetkan menjadi 8%.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Di sisi lain, rasio volume usaha koperasi terhadap PDB pada 2021 sebesar 1,07% bisa menjadi 10% pada 2045.
Untuk mencapai target tersebut, Bappenas menyiapkan sejumlah arah kebijakan pengembangan UMKM, yaitu:
• Peningkatan jaringan pasar dan kontribusi pada rantai pasok domestik dan global
• Akselerasi digitalisasi don penggunaan teknologi
• Peningkatan kapasitas tenaga kerja dan penciptaan wirausaha
• Penguatan daya tahan dan kemampuan adaptasi usaha
• Perluasan akses dan pengembangan inovasi pembiayaan usaha
• Formalisasi usaha
• Digitalisasi layanan pengembangan usaha
• Penguatan model bisnis, regulasi, dan kelembagaan koperasi
• Regenerasi dan penguatan SDM
• Penguatan koperasi sebagai aggregator dan koperasi produksi.
Sebelumnya, pada kesempatan yang sama, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), Teten Masduki mengungkapkan masalah terbesar yang dihadapi oleh usaha menengah, kecil dan mikro (UMKM).
Menurutnya, UMKM di Indonesia tidak terkoneksi dengan industri. Ini terkait dengan hubungan rantai pasok dan transfer teknologi.
“Masalah terbesar kita untuk urus UMKM, adalah UMKM disconnected dengan industri, tak terhubung rantai pasok, tak ada kepastian pasar, tidak ada transfer tekno,” kata Teten.
Teten menilai masalah ini bisa diselesaikan dengan memberikan kemudahan pada pembiayaan ke sektor produktif sehingga harus ada afirmasi untuk biayai sektor produktif, terutama di pertanian, peternakan dan lain sebagainya.
Dia mengatakan salah satu negara yang sudah menerapkan hal ini adalah Jepang. Negeri Sakura melakukan upaya ini melalui Japang Finance Corporation (JFC).
Lembaga tersebut telah mendanai 60% ke sektor produktif. Solusi lainnya adalah menyusun skema credit scoring. Ini bisa jadi alternatif penilaian pembiayaan yang bisa digunakan oleh UMKM.
“Lebih dari 140 negara menggunakan skema ini,” ungkapnya. Sayangnya, Indonesia tidak bisa menerapkan hal ini.
Teten menuturkan credit scoring untuk UMKM di Indonesia tidak bisa digunakan. Sebab para pelaku bisnis kecil itu belum pernah melakukan peminjaman kredit di bank.
“Kita bisa menggunakan dua data: data Telko, mereka beli pulsa, belanja dll dan data PLN. Di banyak negara sudah cukup menerapkan credit scoring,” jelas Teten.

[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya

Video: Dirut BRI Sebut UMKM Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi RI

(dpu/dpu)

Partai

Institusi

K / L

BUMN

,

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Negara

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi