Bank Tanah Ultimatum Warga di IKN, KPA: Praktik Ala Pemerintah Kolonial Belanda

21 March 2024, 10:53

TEMPO.CO, Jakarta – Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) menyoroti surat Badan Bank Tanah kepada warga yang bermukim di Ibu Kota Nusantara (IKN). Surat bertarikh 18 Maret 2024 itu diteken oleh Pimpinan Proyek Badan Bank Tanah Kabupaten Penajam Paser Utara, Syafran Zamzami.Merujuk salinan surat yang diperoleh Tempo, sehari setelah tanggal tersebut, disebutkan bahwa lahan seluas 4.162 hektare yang tersebar di Kecamatan Penajam dan Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Utara, Kalimantan Timur berada di bawah Hak Pengelolaaan (HPL) Badan Bank Tanah. Luasan di Penajam mencakup empat kelurahan, yaitu Riko, Pantai Lango, Gersik, dan Jenebora. Sedangkan yang di Sepaku terletak di Kelurahan Maridan.Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Kartika, mengatakan surat dari Badan Bank Tanah itu semakin menguatkan fakta bahwa lahan IKN diobral bagi investor. Menurut dia, Badan Otorita IKN juga sempat mengultimatum masyarakat adat Pemaluan. Konsorsium sejak awal menolak Bank Tanah yang terkesan mengadopsi azas domein verklaring—sering disebut negaraisasi tanah—dan menyelewengkan hak menguasai dari negara.  “Seolah tanah adalah milik negara. Dipersempit lagi menjadi tanah adalah milik pemerintah,” ucap Dewi kepada Tempo pada Rabu, 20 Maret 2024. “Inilah praktik yang subur saat Pemerintah Kolonial Belanda mengakuisisi tanah-tanah masyarakat dan kekayaan alam kita.”Sumber Tempo menyebutkan bahwa surat peringatan itu menyasar 30 petani yang sudah bertahun-tahun menggarap lahan sasaran klaim Badan Bank Tanah. Petani yang bercocok tanam di lahan tersebut sudah memiliki bukti kepemilikan tanah sejak 1979.Dalam surat itu tertulis juga bahwa warga diimbau untuk tidak melakukan kegiatan apapun diatas HPL Badan Bank Tanah. Warga dianggap melanggar jika masih beraktivitas di sana. “Dalam rangka penataan, akan segera dilakukan penertiban segala sesuatu yang ditanam di atas lahan HPL Badan Bank Tanah,” begitu bunyinya.  Ada juga pernyataan soal ancaman pidana jika warga lokal masih melanggar peringatan tersebut. Aturan yang disematkan adalah Pasal 2 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin, dengan ancaman penjara selama 3 bulan.Iklan

Menurut Dewi, pembentukan Bank Tanah dengan landasan Undang Undang Cipta Kerja dan turunannya menjelma menjadi lembaga spekulan tanah ala pemerintah. Beleid yang disoroti itu adalah Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah (Bank Tanah). “Pengesahan PP ini adalah pelaksanaan ketentuan Pasal 135 Omnibus Law,” kata dia.Pemenuhan hak rakyat atas tanah melalui penyelesaian konflik agraria masih tertatih-tatih. Kini petani, masyarakat adat, masyarakat agraris di pedesaan, serta komunitas miskin kota semakin menghadapi kenyataan pahit,Alih-alih memperkuat mesin reforma agraria (RA) dan kelembagaannya, kata Dewi, pemerintah justru membuat mesin pengadaan tanah untuk badan usaha raksasa dan investor. Niat itu digarap secara cepat dan serius melalui pembentukan Bank Tanah.”Parahnya, badan baru ini diberikan kewenangan yang sangat luas dan kuat dalam Omnibus Law dan PP turunannya, termasuk ikut mengurusi tanah obyek RA. Sehingga dengan seenaknya mengambil tanah warga, seperti di IKN.”IRSYAN HASYIM I ADVIST KHOIRUNIKMAHPilihan Editor: Ada Perusahaan Sukanto Tanoto Panen Kayu di Kawasan Inti IKN

Tokoh

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Negara

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi