Surabaya (beritajatim.com) – Juru Bicara Badan Anggaran (Banggar) DPRD Jawa Timur, Lilik Hendarwati, menegaskan bahwa APBD Jatim Tahun Anggaran 2026 harus memberikan dampak nyata pada peningkatan kesejahteraan masyarakat sekaligus mengurangi ketimpangan pembangunan antarwilayah.
Hal itu disampaikan Lilik dalam rapat paripurna penyampaian pendapat Banggar terhadap Nota Keuangan oleh Gubernur Jatim atas Raperda APBD 2026 di Ruang Paripurna DPRD Jatim, Senin (22/9/2025).
“APBD merupakan instrumen pengelolaan keuangan daerah yang harus memiliki dampak nyata terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dan tercapainya target pembangunan yang telah ditetapkan dalam RPJMD 2025–2029 dan RKPD 2026,” ujarnya.
Banggar menyoroti proyeksi pendapatan daerah 2026 yang justru stagnan bahkan turun minus 1,2 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Kondisi ini menjadi sinyal penurunan kapasitas fiskal daerah dalam membiayai belanja publik.
“Penurunan ini harus menjadi peringatan dini agar pemerintah daerah segera melakukan pemetaan menyeluruh terhadap sumber-sumber pendapatan, khususnya retribusi dan pengelolaan kekayaan daerah yang masih stagnan,” tegas politisi PKS tersebut.
Berdasarkan catatan Banggar, pendapatan asli daerah (PAD) diperkirakan hanya tumbuh 2 persen dengan porsi terbesar dari pajak daerah sebesar 47 persen. Namun, proyeksi penerimaan pajak daerah yang hanya tumbuh 2,2 persen dianggap masih rendah.
“Optimalisasi penerimaan PAD harus dilakukan, termasuk dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Kami juga mengusulkan pembentukan Pansus BUMD untuk memastikan pengelolaan BUMD lebih efektif dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat,” jelas Lilik.
Banggar juga menyoroti penurunan transfer dari pemerintah pusat yang diproyeksikan pada 2026. Kondisi ini harus diantisipasi agar tidak mengganggu pelayanan publik dan program pembangunan daerah.
“Setiap komisi perlu mendapatkan penjelasan dari OPD mitra terkait skema efisiensi belanja yang akan diterapkan sebagai dampak penurunan pendapatan transfer,” katanya.
Di sisi belanja, Lilik mengungkap bahwa belanja operasi masih mendominasi dengan porsi 76 persen, sedangkan belanja modal hanya 6 persen dari total belanja. Angka ini menunjukkan dominasi belanja rutin sekaligus penurunan signifikan belanja modal hingga 40 persen dibanding APBD Perubahan 2025.
“Banggar merekomendasikan agar efisiensi belanja barang dan jasa dilakukan, terutama pada kegiatan administrasi rutin dan penunjang yang bisa dilaksanakan secara daring. Belanja simbolis dan seremonial juga harus dikaji ulang agar anggaran lebih fokus ke mandatory spending,” paparnya.
Selain itu, Banggar meminta TAPD memberikan penjelasan detail mengenai kapasitas dan kemampuan setiap OPD dalam merealisasikan anggaran 2026. Menurut Lilik, hal ini penting agar pelaksanaan APBD tidak sekadar formalitas, tetapi benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat.
“APBD 2026 harus direncanakan dengan matang agar tidak hanya sekadar dokumen anggaran, tetapi benar-benar mampu menjawab kebutuhan masyarakat,” pungkasnya. [asg/beq]
