Surabaya (beritajatim.com) – Sidang perbuatan melawan hukum yang diajukan Nany Widjaja terhadap PT Jawa Pos dan juga Dahlan Iskan kembali mendatangkan saksi. Seperti sidang minggu lalu, majelis hakim yang diketuai Soterisno masih memberikan kesempatan pada PT Jawa Pos untuk mendatangkan saksi.
Kali ini tim kuasa hukum Jawa Pos yakni Eleazer Leslie Sayogo mendatangkan
Suhardjo Basuki, mantan Wakil Direktur bagian Keuangan PT Jawa Pos.
Saksi yang masuk menjadi bagian dari PT Jawa Pos sejak tahun 1984 ini menerangkan banyak hal termasuk peran Dahlan Iskan dalam membesarkan Jawa Pos.
Menurut saksi, Dahlan Iskan saat masih dibawah naungan PT Jawa Pos memegang kendali dalam semua lini. Termasuk menginstruksikan bahwa pemilik saham di Dharma Nyata Press adalah Dahlan Iskan.
Saat ditanya dari mana saksi mengetahui hal itu? Menurut saksi karena saat itu Dahlan sebagai pimpinan dan berkuasa sehingga memiliki kewenangan untuk menentukan saham.
Sebagai pegawai bagian keuangan di PT Jawa Pos, saksi ditanya oleh tim kuasa hukum Nany Widjaja terkait bukti pembayaran sebesar Rp 648 juta yang dilakukan Jawa Pos kepada Ned Sakdani dan Anjar Any. Apakah dalam bukti pembayaran tersebut dituangkan bahwa
PT Jawa pos sebagai pembeli? Menurut saksi, yang dia ketahui PT Jawa Pos yang mengeluarkan uang.
” Yang saya ketahui, PT Jawa Pos sebagai yang mengeluarkan uang tersebut. Beralih ke pihak mana setelah penyerahan uang, saya tidak mengetahui,” ujarnya.
Tim kuasa hukum juga penggugat juga menanyakan apakah saksi mengetahui, Nany Widjaja meminjam ke PT Jawa Pos sebesar Rp 648 juta yang kemudian uang tersebut oleh PT Jawa Pos diserahkan kepada Ned Sakdani dan Anjar Any. Kemudian PT Dharma Nyata Press mengembalikan uang tersebut kepada PT Jawa Pos dengan cara ditransfer ke rekening PT Jawa Pos.
Yang mana PT Dharma Nyata Press melakukan pembayaran secara bertahap yakni pada 12 November 1998 sebesar Rp 148 juta, 14 Desember 1998 sebesar Rp 100 juta, 12 Januari 199 sebesar Rp100 juta, 12 Februari 1999 sebesar Rp100 juta, 12 Maret 1999 sebesar 100 juta dan 12 April 1999 sebesar Rp 100 juta. Yang apabila ditotal sebesar Rp 648 juta.
” Jawa Pos mengeluarkan uang Rp648 juta sebagaimana keterangan saksi, bahwa uang tadi sudah dikembalikan oleh PT Dharma Press yakni dari rekening Dharma Nyata Press masuk ke rekening Jawa pos?,” tanya tim kuasa hukum Nany Widjaja.
Menurut saksi sebagai orang keuangan dia tidak pernah melihat dana masuk seperti yang dimaksud. Kalaupun itu dari Dharma Nyata Press kemungkinan itu adalah deviden.
Usai sidang kuasa hukum Nany Widjaja yakni Richard Handiwiyanto mengatakan bahwa keterangan saksi yang mengatakan bahwa kepemilikan PT Dharma Nyata Press adalah PT Jawa Pos berdasarkan dividen yang diberikan kepada Jawa Pos, menurut Richard keterangan saksi tersebut tidak relevan.
Terlebih lagi saat ditanya tentang legalitas, saksi menghindar dengan alasan dia adalah bagian keuangan yang tidak mengetahui legalitas.
” Lantas kenapa saksi bicara mengenai kepemilikan secara legal, tapi ketika ditanya legalitas dan seluruh prosedur hukumnya dia menghindar,” ujar Richard.
Menurut Richard dasar kepemilikan suatu perseroan sudah diatur dalam undang-undang. Kalau ada orang yang membuat suatu pernyataan yang tidak berdasarkan dokumen hukum dan lalu membuat kesimpulan, tentu hal itu bukan suatu bentuk keadilan.
” Kalau saksi menyatakan bahwa dasar kepemilikan suatu perusahaan adalah kesimpulan dia sendiri dan bukan berdasarkan dokumen hukum maka saya berharap majelis juga bijak untuk menyikapi hal ini,” ujarnya.
Sementara kuasa hukum Dahlan Iskan yakni Yasin N. Alamsyah, S.H., M.H mengatakan bahwa dari keterangan saksi yang didatangkan Jawa Pos ada hal penting yang perlu dicatat seperti saksi mengakui secara faktual bahwa Dahlan Iskan adalah tokoh sentral dan dominan di tubuh PT Jawa Pos, dan bahkan menjadi wajah utama dari perusahaan tersebut.
” Ini memperkuat fakta bahwa Pak Dahlan memiliki peran dan kontribusi substansial dalam membesarkan PT Jawa Pos hingga dikenal luas seperti sekarang,” ujar Yasin.
Kedua lanjut Yasin, keterangan saksi juga menjelaskan bahwa rencana go public PT Jawa Pos pernah dibahas dalam RUPS tahun 2001 dan sebagai tindak lanjut dari rencana tersebut, memang dibuat berbagai dokumen administratif termasuk penandatanganan/penerbitan surat kuasa, pembuatan akta-akta dll, (dalam hal dimaksud adalah akta-akta pernyataan (termasuk yang berhubungan dengan nominee saham). Proyeksi keuangan, yang disusun sendiri oleh saksi.
” Namun, perlu kami tegaskan bahwa rencana go public tersebut tidak pernah terwujud, demikian pula keterangan saksi, dan karenanya seluruh dokumen yang dibuat dalam rangka itu telah kehilangan relevansi hukumnya. Semua dokumen tersebut merupakan satu kesatuan dari satu rangkaian proses persiapan, dan tidak dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum permanen apabila go public tidak terjadi,” ujarnya.
Maka, apabila sekarang dokumen-dokumen tersebut dipergunakan secara sepihak untuk tujuan di luar konteks dan kehendak awalnya, terlebih lagi digunakan sebagai dasar tindakan hukum terhadap Dahlan Iskan, maka hal tersebut tidak dapat dibenarkan secara etika maupun hukum.
Terpisah, Eleazer Leslie Sayogo mengatakan bahwa dari keterangan saksi terungkap fakta bahwa memang yang mengeluarkan uang untuk membeli PT Dharma Nyata Press adalah Jawa Pos.
” Kenapa saksi bisa mengatakan bahwa Jawa Pos adalah pembeli sahamnya karena yang mengeluarkan uang adalah Jawa Pos,” ujarnya.
Lebih lanjut Eleazer mengatakan, dari keterangan saksi juga sudah jelas bahwa dalam RUPS sudah diakui oleh Dahlan Iskan bahwa PT Dharma Nyata Press adalah anak perusahaan Jawa Pos. [uci/ian]
