Atasi Problem Sampah di Mojokerto, BBK 5 Unair Perkenalkan Program TAMAGO

Atasi Problem Sampah di Mojokerto, BBK 5 Unair Perkenalkan Program TAMAGO

Mojokerto (beritajatim.com) – Sekitar 509 mahasiswa Universitas Airlangga (Unair) Surabaya menggelar Belajar Bersama Komunitas (BBK) 5 di tiga kecamatan yang ada di Kabupaten Mojokerto yakni Kecamatan Pacet, Trawas dan Gondang. BBK 5 digelar mulai tanggal 7 Januari hingga 3 Februari 2025 mendatang.

Di Kecamatan Trawas, kelompok BBK 5 memberikan pelatihan penanggulangan sampah lewat program Tamiajeng Maggot Initiative (TAMAGO) di Desa Tamiajeng.

Program ini merupakan bentuk inovasi berupa solusi pengelolahan sampah lewat larva lalat tentara hitam (Maggot).

Volume sampah yang terus meningkat setiap harinya menyebabkan penumpukan yang berlebih sehingga menimbulkan bau tidak sedap dan mengganggu kenyamanan warga. BBK 5 memperkenalkan metode pengelolaan sampah organik dengan memanfaatkan maggot atau larva lalat tentara hitam (Black Soldier Fly).

Hal tersebut disampaikan Ketua Kelompok BBK 5 Universitas Airlangga Muhammad Iqbaal Adzani. “Kami memperkenalkan metode pengelolaan sampah organik dengan memanfaatkan maggot sebagai solusi inovatif dalam mengurangi dampak negatif dari penumpukan sampah,” ungkapnya, Sabtu (18/1/2025).

Program kerja unggulan TAMAGO digelar di Balai Desa Tamiajeng yang dihadiri Kepala Desa dan perangkat Desa Tamiajeng. ​Para mahasiswa yang tergabung dalam BBK 5 tersebut memaparkan cara pengelolaan sampah melalui budidaya maggot dengan mempraktekkan prosesnya secara langsung kepada warga.

“Alhamdulillah respon warga sangat bagus, positif. Warga antusias mengajukan pertanyaan, terutama terkait proses perkembang biakan Maggot dan potensi ekonominya dalam mendukung perekonomian masyarakat. sebelumnya budidaya dan pemberdayaan maggot pernah dilakukan di Desa Tamiajeng,” katanya.

Mahasiswa Fakultas Ekonomi Islam ini menjelaskan, sebelumnya budidaya dan pemberdayaan maggot di Desa Tamiajeng dikelola secara individu oleh salah satu warga yakni Marlin. Namun tegas Iqbaal, budidaya dan pemberdayaan maggot tersebut tidak berkembang dengan baik.

“Pak Marlin, salah satu warga Desa Tamiajeng pernah mencoba mengembangbiakkan maggot menggunakan kotoran puyuh sebagai pakan. Namun usaha tersebut tidak berhasil karena terbatasnya pasar penjualan maggot pada masa itu,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Desa Tamiajeng, Warnoto menambahkan, jika pengelolahan sampah di Desa Tamiajeng tidak melalui proses pemilahan sampah terlebih dahulu sehingga dampaknya terjadi penumpukkan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

“Program mahasiswa KKB 5 ini positif karena dapat menjadi solusi penumpukan sampah organik. Semoga program TAMAGO ini menjadi solusi dan dilanjutkan pihak desa yang berpusat di TPA. Untuk pelaksanaanya seperti apa nanti, sudah ada di gudang TPA,” tambahnya. [tin/ted]