Jakarta: Hasil penelitian terbaru menduga galaksi-galaksi berlabuh pada “bintang gelap” raksasa, yaitu gumpalan materi tak tampak di inti galaksi. Meskipun para astronom memiliki banyak bukti sebagian besar massa di galaksi tertentu tidak terlihat, mereka belum mengetahui identitas “materi gelap” ini.
Dilansir dari laman livescience.com, dalam beberapa dekade terakhir, hipotesis yang paling menjanjikan adalah materi gelap terbuat dari sejenis partikel berat yang jarang, bahkan tidak pernah, berinteraksi dengan cahaya atau materi lain.
Namun, hipotesis ini kesulitan menjelaskan kerapatan inti galaksi yang relatif rendah. Sebab, simulasi perilaku materi gelap memprediksi materi gelap akan mudah menggumpal hingga kerapatan yang sangat tinggi, dan hal ini tidak sesuai dengan hasil pengamatan.
Salah satu jawaban yang mungkin untuk masalah ini adalah partikel-partikel materi gelap sangatlah ringan, miliaran kali lebih ringan ketimbang neutrino, partikel paling ringan yang saat ini diketahui.
Dijuluki materi gelap “kabur”, partikel-partikel hipotetis ini sangat ringan sehingga sifat gelombang kuantumnya termanifestasi dalam skala lebih besar, makroskopik – bahkan galaksi. Artinya, partikel-partikel ini bisa stabil menjadi gumpalan raksasa materi tak kasatmata, membentuk bintang-bintang gelap.
Hal ini sangat menarik karena bintang-bintang gelap ini bisa meluas di angkasa hingga ribuan tahun cahaya, tapi masih memiliki massa yang relatif rendah karena partikel-partikelnya sangat ringan. Dengan demikian, mereka berpotensi membentuk inti galaksi, menyediakan sebagian besar massa galaksi tanpa menciptakan kerapatan yang sangat tinggi di pusat galaksi.
Tapi, galaksi tidak hanya tersusun dari materi gelap, baik yang kabur maupun tidak. Galaksi juga mengandung materi normal yang tersebar dalam bentuk awan gas dan bintang-bintang yang menyebar dan elemen-elemen inilah yang bisa diamati oleh para astronom. Jadi, untuk menguji ide ini, kita perlumemahami hubungan antara materi gelap kabur dan materi normal di dalam galaksi.
‘Ketidakjelasan’ di bintang-bintang
Dalam sebuah makalah yang diterbitkan pada 17 Desember 2024 di server pracetak arXiv, sebuah tim astrofisikawan internasional mengeksplorasi bagaimana galaksi dapat berevolusi sebagai respons terhadap materi gelap yang kabur. Untuk langkah pertama ini, mereka tidak berusaha menciptakan kembali seluruh galaksi yang kompleks.
Sebaliknya, mereka membuat model mainan sederhana yang hanya terdiri dari dua komponen: sebagian besar materi gelap kabur dan sebagian kecil gas ideal yang sederhana.
Mereka kemudian menghitung bagaimana kedua komponen ini akan berevolusi di bawah pengaruh gravitasi bersama. Mereka menemukan meskipun awalnya berperilaku acak, materi gelap kabur dengan cepat terkumpul menjadi gumpalan besar di tengah, dengan awan materi gelap yang lebih menyebar di sekelilingnya.
Gas mengikuti, bercampur dengan materi gelap kabur di pusat, menciptakan apa yang oleh para peneliti dinamai bintang fermion-boson, merujuk pada dua jenis materi yang bercampur membentuk objek pusat.
Bintang ini sama sekali tidak seperti bintang yang kita bayangkan. Bintang ini sangat besar – hingga 10.000 tahun cahaya – dan hampir tidak terlihat, kecuali cahaya halus gas yang menyebar di sekelilingnya.
Namun, para peneliti menunjukkan bintang ini merupakan representasi ideal dari inti galaksi, yang mengandung materi normal dengan kerapatan lebih tinggi. Tapi, tidak terlalu tinggi dan dengan demikian mengukuhkan prediksi kunci dari model materi gelap kabur.
Langkah selanjutnya, membangun model yang lebih canggih lagi untuk mengeksplorasi seperti apa “bintang-bintang” tersebut. Sehingga, para astronom bisa membandingkan prediksi dengan pengamatan di dunia nyata.
Jakarta: Hasil penelitian terbaru menduga galaksi-galaksi berlabuh pada “bintang gelap” raksasa, yaitu gumpalan materi tak tampak di inti galaksi. Meskipun para astronom memiliki banyak bukti sebagian besar massa di galaksi tertentu tidak terlihat, mereka belum mengetahui identitas “materi gelap” ini.
Dilansir dari laman livescience.com, dalam beberapa dekade terakhir, hipotesis yang paling menjanjikan adalah materi gelap terbuat dari sejenis partikel berat yang jarang, bahkan tidak pernah, berinteraksi dengan cahaya atau materi lain.
Namun, hipotesis ini kesulitan menjelaskan kerapatan inti galaksi yang relatif rendah. Sebab, simulasi perilaku materi gelap memprediksi materi gelap akan mudah menggumpal hingga kerapatan yang sangat tinggi, dan hal ini tidak sesuai dengan hasil pengamatan.
Salah satu jawaban yang mungkin untuk masalah ini adalah partikel-partikel materi gelap sangatlah ringan, miliaran kali lebih ringan ketimbang neutrino, partikel paling ringan yang saat ini diketahui.
Dijuluki materi gelap “kabur”, partikel-partikel hipotetis ini sangat ringan sehingga sifat gelombang kuantumnya termanifestasi dalam skala lebih besar, makroskopik – bahkan galaksi. Artinya, partikel-partikel ini bisa stabil menjadi gumpalan raksasa materi tak kasatmata, membentuk bintang-bintang gelap.
Hal ini sangat menarik karena bintang-bintang gelap ini bisa meluas di angkasa hingga ribuan tahun cahaya, tapi masih memiliki massa yang relatif rendah karena partikel-partikelnya sangat ringan. Dengan demikian, mereka berpotensi membentuk inti galaksi, menyediakan sebagian besar massa galaksi tanpa menciptakan kerapatan yang sangat tinggi di pusat galaksi.
Tapi, galaksi tidak hanya tersusun dari materi gelap, baik yang kabur maupun tidak. Galaksi juga mengandung materi normal yang tersebar dalam bentuk awan gas dan bintang-bintang yang menyebar dan elemen-elemen inilah yang bisa diamati oleh para astronom. Jadi, untuk menguji ide ini, kita perlumemahami hubungan antara materi gelap kabur dan materi normal di dalam galaksi.
‘Ketidakjelasan’ di bintang-bintang
Dalam sebuah makalah yang diterbitkan pada 17 Desember 2024 di server pracetak arXiv, sebuah tim astrofisikawan internasional mengeksplorasi bagaimana galaksi dapat berevolusi sebagai respons terhadap materi gelap yang kabur. Untuk langkah pertama ini, mereka tidak berusaha menciptakan kembali seluruh galaksi yang kompleks.
Sebaliknya, mereka membuat model mainan sederhana yang hanya terdiri dari dua komponen: sebagian besar materi gelap kabur dan sebagian kecil gas ideal yang sederhana.
Mereka kemudian menghitung bagaimana kedua komponen ini akan berevolusi di bawah pengaruh gravitasi bersama. Mereka menemukan meskipun awalnya berperilaku acak, materi gelap kabur dengan cepat terkumpul menjadi gumpalan besar di tengah, dengan awan materi gelap yang lebih menyebar di sekelilingnya.
Gas mengikuti, bercampur dengan materi gelap kabur di pusat, menciptakan apa yang oleh para peneliti dinamai bintang fermion-boson, merujuk pada dua jenis materi yang bercampur membentuk objek pusat.
Bintang ini sama sekali tidak seperti bintang yang kita bayangkan. Bintang ini sangat besar – hingga 10.000 tahun cahaya – dan hampir tidak terlihat, kecuali cahaya halus gas yang menyebar di sekelilingnya.
Namun, para peneliti menunjukkan bintang ini merupakan representasi ideal dari inti galaksi, yang mengandung materi normal dengan kerapatan lebih tinggi. Tapi, tidak terlalu tinggi dan dengan demikian mengukuhkan prediksi kunci dari model materi gelap kabur.
Langkah selanjutnya, membangun model yang lebih canggih lagi untuk mengeksplorasi seperti apa “bintang-bintang” tersebut. Sehingga, para astronom bisa membandingkan prediksi dengan pengamatan di dunia nyata.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id
(REN)