Appdome Ingatkan Musim Belanja 12.12 Sasaran Empuk Serangan Siber Berbasis AI

Appdome Ingatkan Musim Belanja 12.12 Sasaran Empuk Serangan Siber Berbasis AI

Bisnis.com, JAKARTA— Platform layanan keamanan aplikasi seluler Appdome memperingatkan bahwa musim belanja akhir tahun menjadi periode paling rawan terhadap serangan siber, terutama yang memanfaatkan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).

Chief Customer Officer Appdome Jamie Bertasi menyebut para penyerang kini memanfaatkan AI untuk memperkuat teknik kejahatan di aplikasi seluler.

“AI membuat pelaku kejahatan dapat meniru pengguna asli, membajak sesi, dan memicu transaksi penipuan,” kata Bertasi dalam keterangan resmi yang dikutip Kamis (27/11/2024).

Menurut Bertasi, menghentikan serangan langsung di dalam aplikasi menjadi sangat penting guna melindungi konsumen maupun pendapatan perusahaan selama puncak musim belanja.

Laporan tahunan kelima Appdome Consumer Expectations of Mobile App Security Report memproyeksikan rekor belanja seluler terjadi mulai Black Friday hingga 31 Desember. 

Lonjakan transaksi ini menciptakan kondisi ideal bagi maraknya penipuan, termasuk identitas sintetis dan pengambilalihan akun (account takeover).

Para penyerang disebut semakin agresif memanfaatkan AI untuk memperbesar skala dan kecepatan serangan, sehingga meningkatkan risiko penipuan secara signifikan.

Laporan tersebut juga menunjukkan tingkat kepercayaan konsumen sangat bergantung pada seberapa jelas perlindungan keamanan yang diterapkan di sebuah aplikasi. 

Pengguna lebih cenderung merekomendasikan aplikasi yang terbukti menjaga keamanan mereka, terutama pada periode belanja besar.

Sebanyak 42,7% responden mengaku akan mempromosikan aplikasi yang aman di media sosial, 30,8% akan memberikan ulasan positif, dan 98,4% menyatakan bersedia merekomendasikan aplikasi yang mampu melindungi pengguna.

Di sisi lain, CEO sekaligus Co-Creator Appdome Tom Tovar menegaskan AI kini memicu gelombang baru penipuan yang berkembang jauh lebih cepat dibanding kemampuan bisnis seluler untuk merespons.

“AI mengubah lanskap penipuan lebih cepat daripada kemampuan bisnis seluler untuk menanganinya,” ujar Tovar.

Menurutnya, konsumen kini menginginkan bukti aplikasi mampu mencegah penipuan sebelum transaksi terjadi, bukan sekadar mengganti kerugian setelah insiden.

Pada 2025, penipuan berbasis AI seperti persetujuan pembayaran deepfake, serangan vishing, dan pengambilalihan akun berbasis bot diperkirakan menjadi pemicu utama maraknya penipuan seluler selama musim liburan.

Appdome mencatat 81,5% konsumen Indonesia melihat AI sebagai peluang, sementara 18,5% menganggapnya ancaman. Selain itu, 90% responden berharap aplikasi dapat memblokir ancaman berbasis AI seperti bot, deepfake, impersonation, dan pengambilalihan akun. Sebanyak 72,3% percaya aplikasi sudah memiliki kemampuan tersebut.

Appdome menyebut fenomena ini sebagai “paradoks AI”, yang menempatkan tekanan besar pada aplikasi perbankan, ritel, fintech, travel, dan jasa pengiriman untuk membuktikan kemampuan perlindungan secara nyata selama puncak musim belanja.

Tahun ini juga menjadi kali pertama konsumen Indonesia masuk dalam survei global Appdome. Hasilnya menunjukkan penipuan sintetis, pencurian identitas, dan penipuan berbasis AI merupakan alasan utama pengguna lokal meninggalkan aplikasi seluler selama Black Friday dan musim liburan.

Data industri dari NordLayer, SEON, dan Kaspersky bahkan mengungkap upaya penipuan meningkat antara 22% hingga lebih dari empat kali lipat selama Cyber Week.

Sebanyak 56,7% konsumen Indonesia mengaku paling takut terhadap penipuan identitas sintetis saat berbelanja lewat perangkat seluler, sementara 40,7% mengatakan akan menghapus atau meninggalkan aplikasi karena khawatir pencurian identitas. Selain itu, 75,3% responden mengaku pernah meninggalkan aplikasi akibat masalah privasi atau keamanan.

Di tengah tingginya diskon dan volume transaksi, konsumen Indonesia kini menuntut aplikasi untuk lebih proaktif melindungi data mereka. Sebanyak 84,8% responden mengutamakan pencegahan penipuan sebelum terjadi, bukan penggantian kerugian setelahnya.

Sementara itu, 53,7% menilai pengembang aplikasi, bukan perangkat, sistem operasi, maupun operator seharusnya bertanggung jawab menghentikan penipuan. Privasi juga menjadi perhatian utama, dengan 79,2% menyatakan perlindungan privasi sangat penting dan 8,4% menyebut tidak akan menggunakan aplikasi yang tidak memberikan jaminan privasi secara jelas.