APBN Mandek, DPRD Surabaya Dorong Raperda Hunian Layak Libatkan Swasta

APBN Mandek, DPRD Surabaya Dorong Raperda Hunian Layak Libatkan Swasta

Surabaya (beritajatim.com) — Ketua Panitia Khusus (Pansus) Raperda Hunian Layak DPRD Surabaya, Mohammad Saifuddin mengkritisi stagnasi pembangunan rumah susun sewa sederhana (Rusunawa) di Kota Pahlawan.

Pasalnya, berdasarkan data resmi, pada tahun 2025 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tidak mengalokasikan anggaran pembangunan rusunawa sama sekali.

Kondisi ini dinilai mengkhawatirkan mengingat Surabaya terus mengalami pertumbuhan penduduk dan tekanan urbanisasi, sementara angka backlog (kekurangan hunian) di Indonesia telah menembus 12,7 juta unit menurut data BPS tahun 2023.

Situasi ini semakin menekan kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang membutuhkan hunian layak dan terjangkau.

“Kalau kita hanya mengandalkan APBN, kita tidak akan pernah bisa mengejar kebutuhan hunian layak di Surabaya. Tahun 2025 Kementerian PUPR bahkan tidak punya anggaran untuk bangun satu rusun pun. Lalu kita mau tunggu siapa?” tegas Saifuddin, Rabu (4/6/2025).

Politisi Demokrat ini menegaskan, stagnasi ini tak bisa dibiarkan dan harus dijawab melalui langkah terobosan di level daerah. Salah satunya adalah lewat inisiatif regulasi yang sedang dirancang dalam bentuk Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Hunian Layak.

“Bukan tidak bisa pakai APBD atau kerja sama swasta. Bisa! Makanya saya inisiasi Raperda ini agar swasta bisa bangun rusun di atas tanah aset pemkot. Tapi mereka harus punya jaminan hukum agar tidak takut ambil risiko,” ujarnya.

Menurut Saifuddin, selama ini banyak investor swasta enggan menyentuh proyek hunian rakyat karena tidak adanya kepastian hukum soal status lahan, skema pengelolaan, dan kerja sama jangka panjang dengan Pemkot.

“Investor itu butuh kepastian. Kalau hari ini mereka bangun, besok jangan sampai malah dikriminalisasi karena bangun di atas tanah negara. Nah, Raperda ini akan jadi payung hukumnya,” jelasnya.

Mantan aktivis PMII ini menegaskan bahwa keberhasilan pembangunan hunian layak bukan hanya bergantung pada dana, tapi juga pada sinkronisasi antara DPRD, Pemkot, pihak swasta, dan terutama Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam menyelesaikan aspek legalitas lahan.

“Yang paling penting adalah kesamaan pola pikir antara Pemkot, DPRD, BPN, dan swasta. Kalau masih ego sektoral, ya rakyat terus yang jadi korban backlog,” tuturnya.

Saifuddin juga menyinggung pentingnya memperkuat political will untuk benar-benar menyelesaikan persoalan hunian di kota metropolitan seperti Surabaya. Apalagi, banyak aset daerah yang mangkrak tak produktif dan justru bisa dimanfaatkan sebagai lahan pembangunan rusun.

“Bayangkan kalau lahan-lahan tidur milik pemkot dimanfaatkan maksimal, dibangun rusun vertikal untuk MBR, ditata dengan partisipasi warga, maka Surabaya bisa jadi pionir nasional dalam reformasi hunian rakyat,” tegasnya.

Pansus Raperda Hunian Layak kini terus mendorong percepatan pembahasan dan menyusun draf final yang akan memberi kepastian hukum bagi semua pihak. Saifuddin memastikan bahwa pihaknya akan melibatkan publik dan kelompok sipil dalam proses ini.

“Hal ini untuk memastikan transparansi dan keadilan dalam penyusunan regulasi ini,” tandasnya. [ADV/asg]