Apa itu Jam Kiamat dan Seberapa Akurat Ukur Waktu ‘Kehancuran’ Bumi?

26 January 2023, 18:55

Jakarta, CNN IndonesiaJam Kiamat (Doomsday Clock) yang sudah berdetak selama 76 tahun untuk mengukur seberapa dekat manusia dengan kehancuran dunia. Seberapa akurat jam itu mengukur kehancuran Bumi?
Kelompok ilmuwan dari Buletin Ilmuwan Atom (Bulletin of the Atomic Scientists) pada Selasa (24/1) menyetel Jam Kiamat itu pada 90 detik hingga tengah malam.
Durasi hitung mundur ini merupakan yang terpendek sepanjang sejarah penciptaannya sejak 1947.

Jarum Jam Kiamat berdurasi paling lama dari tengah malam adalah pada 1991, yakni 17 menit. Saat itu, pemerintahan Presiden George HW Bush menandatangani Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis dengan Uni Soviet.
Pada 2016, jam menghitung mundur tiga menit sebelum tengah malam sebagai akibat kesepakatan nuklir Iran dan kesepakatan iklim Paris. Pada periode 2020 hingga 2022, jam disetel pada 100 detik hingga tengah malam.

Keputusan untuk memajukan waktu 10 detik tahun ini sebagian besar disebabkan oleh invasi Rusia ke Ukraina dan meningkatnya risiko eskalasi nuklir.
Invasi itu dianggap sebagai ancaman berkelanjutan yang ditimbulkan oleh krisis iklim, serta runtuhnya norma dan institusi yang diperlukan untuk mengurangi risiko yang terkait dengan ancaman biologis seperti Covid-19.

“Kita hidup di masa bahaya yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan waktu Jam Kiamat mencerminkan kenyataan itu,” kata Rachel Bronson, presiden dan CEO Buletin, dalam rilisnya.
Ia menjelaskan mempercepat jam adalah keputusan yang tidak dianggap enteng oleh para ahli. Pemerintah AS, sekutu NATO, dan Ukraina memiliki banyak saluran untuk berdialog.
“Kami mendesak para pemimpin untuk menjelajahi semuanya dengan kemampuan penuh mereka untuk memutar balik Jam,” ujarnya.
Fungsi Jam Kiamat
Dikutip dari CNN, Buletin Ilmuwan Atom didirikan oleh sekelompok ilmuwan atom yang bekerja di Proyek Manhattan. Nama itu diambil dari kode untuk pengembangan bom atom selama Perang Dunia II.

Awalnya, organisasi tersebut dibuat untuk mengukur ancaman nuklir. Pada 2007, Buletin memutuskan untuk memasukkan faktor perubahan iklim dalam perhitungannya.
Selama tiga perempat abad terakhir, waktu jam telah berubah sesuai dengan seberapa dekat para ilmuwan percaya bahwa umat manusia akan mengalami kehancuran total.
Jam Kiamat ditetapkan setiap tahun oleh para ahli di Dewan Sains dan Keamanan Buletin hasil konsultasi dengan Dewan yang mencakup 11 pemenang Nobel.
Buletin mengakui Jam Kiamat tidak dirancang untuk mengukur ancaman konkret soal kehancuran Bumi. Hal ini cuma dibuat untuk memicu percakapan tentang topik ilmiah yang sulit seperti perubahan iklim.

Meski begitu, beberapa pakar mengkritik kegunaan jam berusia 75 tahun itu.
“Ini (Jam Kiamat) adalah metafora yang tidak sempurna,” kata Michael E. Mann dari Departemen Ilmu Bumi dan Lingkungan di Pennsylvania University, AS.
Meski begitu, dia mengakui jam itu “tetap menjadi perangkat retoris penting yang mengingatkan kita, tahun demi tahun, tentang lemahnya keberadaan kita sekarang di planet ini.”
Eryn MacDonald, analis dari Union of Concerned Scientists di Global Security Program, mengatakan Buletin membuat keputusan yang bijaksana setiap tahun tentang cara menarik perhatian orang tentang ancaman yang ada dan tindakan yang diperlukan.

“Meskipun, saya berharap kita bisa kembali berbicara tentang menit hingga tengah malam, bukan detik, sayangnya itu tidak lagi mencerminkan kenyataan,” tukasnya, kepada CNN pada 2022.
Soal akurasi
Jam Kiamat diakui tidak dimaksudkan untuk mengukur ancaman nyata terhadap Bumi. Buletin mengakui alat ini cuma untuk memicu percakapan dan mendorong keterlibatan publik dalam topik ilmiah seperti perubahan iklim dan pelucutan senjata nuklir.
Bronson menganggap Doomsday Clock sukses jika bisa menuntaskan misi ini.
Pada diskusi konferensi iklim COP26 di Glasgow, Inggris, 2021, mantan Perdana Menteri Boris Johnson mengutip Jam Kiamat ketika berbicara tentang krisis iklim yang sedang dihadapi dunia.

Bronson berharap orang-orang akan mendiskusikan apakah mereka setuju dengan keputusan Buletin dan melakukan pembicaraan yang bermanfaat tentang pendorong perubahan itu.
“Kami di Buletin percaya bahwa karena manusia menciptakan ancaman ini, kami dapat menguranginya,” kata Bronson.
Bronson mengakui itu tidak mudah karena butuh kerja serius serta keterlibatan global di semua lapisan masyarakat.
Untuk membuat dampak positif pada perubahan iklim, ia menyarankan perubahan kebiasaan sehari-hari masyarakat. Misalnya, seberapa sering berjalan dibanding mengemudi, mengurangi makanan yang terbuang, hingga mendaur ulang dengan benar.
(can/arh)

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi