“Hukum digunakan sebagai alat politik, sebagai alat kriminalisasi lawan politik,” Anthony menuturkan.
Kata Anthony, tidak sedikit pihak yang diduga kuat melakukan perbuatan melawan hukum, termasuk korupsi, tetap aman-aman sejauh ini.
“Tidak tersentuh hukum, karena dekat dengan kekuasaan,” tambahnya.
Lanjut Anthony, pada sisi lain terdapat pihak yang tidak melakukan kesalahan tetapi dicari-cari kesalahannya, dikriminalisasi, agar bisa ditangkap dan dipenjara.
“Salah satunya adalah kasus Tom Lembong yang diduga kuat penuh intrik politik, bukan murni penegakan hukum,” tukasnya.
Dibeberkan Anthony, sejak awal kasus Tom Lembong sangat janggal hingga dipaksakan. Meskipun begitu, ia menegaskan banyaknya bukti kuat bahwa Tom Lembong tidak bersalah dalam kasus pemberian persetujuan impor gula.
“Tetapi tidak berarti Tom Lembong bisa serta merta mendapat keadilan, bisa mendapat putusan bebas dari persidangan ini,” imbuhnya.
Lebih jauh, Anthony menuturkan bahwa para saksi yang diajukan oleh jaksa penuntut, menguatkan pendapat tidak adanya penyimpangan atas kebijakan impor gula yang dilakukan Tom Lembong.
“Tetapi kasus Tom Lembong bukan murni kasus hukum, tetapi lebih kental untuk kepentingan politik tertentu,” tandasnya.
“Buktinya, meskipun beberapa menteri melakukan kebijakan impor gula yang sama, tetapi hanya Tom Lembong yang dijadikan tersangka,” sambung dia.
Padahal, kebijakan impor gula tidak hanya dilakukan oleh Tom Lembong, melainkan juga oleh sejumlah menteri lain dalam periode 2015-2023.
“Yang lebih menyolok lagi, penyidikan dugaan penyimpangan kebijakan impor gula yang seharusnya dilakukan untuk periode 2015-2023,” terangnya.