Anjlok Martabat KPK di Bawah Firli Cs Buntut ‘Khilaf’ OTT Basarnas

31 July 2023, 10:34

Jakarta, CNN Indonesia — Penanganan dan penetapan tersangka dalam kasus suap di lingkungan Basarnas yang berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Cilangkap (Jakarta Timur) dan Bekasi pada Selasa (25/7) kini menuai polemik.
Hal itu terjadi setelah KPK mengumumkan dua perwira TNI yang berdinas di Basarnas yakni Kabasarnas periode 2021-2023 Marsyda Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka sehari kemudian, Rabu (26/7).
Henri diduga menerima suap lewat Afri sebesar Rp88,3 miliar dari berbagai proyek di Basarnas tahun 2021 hingga 2023.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Merespons pengumuman penetapan dua perwira sebagai tersangka itu, Mabes TNI menyatakan keberatan. Danpuspom TNI Marsda Agung Handoko menyebut mereka memiliki aturannya sendiri soal itu. Setelah menggelar jumpa pers di Mabes TNI, Cilangkap, Agung memimpin rombongan mendatangi KPK untuk berkoordinasi pada hari yang sama, Jumat (28/7).
Usai audiensi dengan rombongan militer yang dipimpin Danpuspom TNI Marsda Agung Handoko, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak meminta maaf kepada rombongan Puspom TNI atas polemik itu.
Johanis juga menyebut terdapat ‘kekhilafan dari tim’ penyelidik dalam operasi tersebut.
“Di sini ada kekeliruan, kekhilafan dari tim kami yang melakukan penangkapan. Oleh karena itu, kami dalam rapat tadi sudah menyampaikan kepada teman-teman TNI kiranya dapat disampaikan kepada Panglima TNI dan jajaran TNI, atas kekhilafan ini kami mohon dimaafkan,” ujar Wakil Ketua KPK Johanis Tanak usai pertemuan dengan sejumlah jenderal TNI itu di kantornya.

Wewenang KPK
Merespons itu, pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan KPK justru memiliki kewenangan penegakan hukum terhadap tentara aktif. Hal itu, kata dia,  termaktub dalam Pasal 42 UU KPK.
Oleh karenanya, tindakan KPK meminta maaf ke Puspom TNI tak diperlukan.
“Berdasar Pasal 42 Undang-Undang KPK, KPK itu berwenang untuk mengoordinasikan dan mengendalikan proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan perkara korupsi yang berkaitan dengan orang-orang yang berada di dua ranah, peradilan umum dan peradilan militer,” kata Feri kepada CNNIndonesia.com, Minggu (30/7) malam.
Menurutnya, permohonan maaf dari KPK ke Puspom, lantaran terjadi salah paham pada pimpinan KPK, padahal sudah jelas KPK berwenang untuk melakukan itu.
Ia berpendapat hal ini berpotensi pada pelanggaran etik oleh pimpinan KPK yang diketuai Firli Bahuri tersebut
Pertama, pelanggaran etik itu bisa terjadi jika Firli bergerak sendirian tanpa diketahui unsur pimpinan yang lain. Kemudian, Tanak juga dinilai bermasalah, permohonan maaf yang ia haturkan ke Puspom TNI menandakan dirinya tak memahami Pasal 42 UU KPK yang menekankan lembaga antirasuah itu memang memiliki kewenangan itu.
“Dia kena di asas profesional di dalam penanganan perkara korupsi,” tegasnya.
Feri menekankan hal ini berbuntut pada anjloknya muruah lembaga antirasuah. Ia menyayangkan pimpinan KPK yang tidak memahami ketentuan yang diatur dalam UU 30/2002 jo 19/2019 tentang KPK.
Ia pun menyesali pernyataan pimpinan KPK yang seakan menyalahkan penyidik dalam perkara ini. Feri menegaskan seluruh perkara yang ditangani KPK merupakan tanggung jawab para pimpinan.
“Soal tanggung jawab sebagai pimpinan, Pasal 39 ayat (2) UU KPK bahwa seluruh proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi itu atas perintah pimpinan KPK dan atas nama pimpinan KPK,” ucap dia.

Pakar Ilmu Perundang-undangan Universitas Brawijaya Aan Eko Widiarto menyebut pimpinan KPK seakan-akan mensimplifikasi perkara dalam kasus Basarnas itu.
Menurutnya, pernyataan pimpinan KPK itu menunjukkan seakan lembaga antirasuah tak berwenang menetapkan tersangka pada anggota TNI aktif. Padahal, lembaga antirasuah itu berwenang.
“Karena Pak Tanak di awal-awal langsung berbicara bahwa lingkungan peradilan itu ada empat, peradilan umum, militer, agama sama tata usaha negara. Seolah-olah kalau militer itu harus ke militer, kalau sipil ke negeri. Nah itu menurut saya simplifikasi,” kata Aan.
Oleh karenanya, ia pun menyayangkan ucapan maaf dari KPK. Menurutnya, KPK seharusnya mengkaji terlebih dulu sebelum menyatakan demikian.
[Gambas:Video CNN]
Kerugian umum dan pengadilan
Dalam tingkat peradilan, nantinya juga akan menitikberatkan pada kerugian. Jika yang dirugikan umum, maka akan berjalan di peradilan umum.
Ia pun menjelaskan Basarnas bukan organisasi organik TNI, namun posisi pimpinannya memang dapat diisi anggota TNI aktif.
“Sehingga ini titik beratnya lebih kepada kerugian sipil atau kerugian umum. Apalagi bentuk korupsinya yang diduga itu adalah menyangkut deteksi korban bukan alutsista,” tegasnya.
Oleh karena itu, Aan berpendapat nantinya setiap terdakwa dalam perkara suap Basarnas ini harus diadili di pengadilan negeri.
Aan pun mengacu pada Pasal 65 ayat (2) UU 34/2004 tentang TNI yang pada pokoknya mengatur tentara aktif tunduk pada peradilan militer dalam hal pelanggaran pidana militer, namun juga tunduk pada peradilan umum dalam hal pelanggaran umum yang diatur Undang-Undang.
“Ini kan melakukan pelanggaran pidana umum karena melakukan pelanggaran di luar hukum pidana militer,” ucap dia.
Berlanjut ke halaman selanjutnya…

Tanggung Jawab Pimpinan KPK

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

Partai

K / L

,

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Negara

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi