Aniaya Dokter, Norliyanti Dituntut 2 Tahun Penjara

Aniaya Dokter, Norliyanti Dituntut 2 Tahun Penjara

Surabaya (beritajatim.com) — Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak, Diah Ratri Hapsari menuntut pidana penjara selama dua tahun pada Norliyanti Binti H. Tajudin. Norliyanti terdakwa dalam kasus penganiayaan terhadap dr. Faradina Sulistiyani, Sp.B, M.Ked.Klin.

Dalam tuntutannya, Jaksa menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 353 Ayat (1) KUHP tentang penganiayaan yang direncanakan, namun belum sampai menimbulkan luka berat.

“Terbukti melakukan penganiayaan sebagaimana diatur dalam Pasal 353 Ayat (1) KUHPidana. Kami menuntut pidana penjara selama dua tahun, dikurangi masa tahanan yang telah dijalani terdakwa,” ujar jaksa Diah Ratri dalam ruang sidang Kartika.

Tuntutan Jaksa tersebut menuai respon dari pihak Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyayangkan tuntutan tersebut yang dinilai tidak mencerminkan beratnya dampak fisik dan psikis yang diderita korban.

“Seharusnya masuk ke Pasal 353 Ayat (2) karena ada perencanaan dan korban mengalami luka yang serius, termasuk trauma psikis,” tegas dr. Sukma dari IDI Surabaya.

Sementara itu, pihak terdakwa melalui kuasa hukumnya, Taufan Ainul Rachman, menyebut tuntutan jaksa terlalu berat dan ia berjanji akan mengupayakan hukuman seringan-ringannya.

“Tindakan klien kami bukan direncanakan secara matang, tapi lebih kepada spontanitas karena tekanan emosional. Batu yang dibawa itu hanya untuk jaga-jaga karena jalan ke rumah sakit rawan begal,” katanya.

Taufan juga menyebut, terdakwa merasa kecewa setelah merasa tidak mendapatkan penanganan prioritas pasca operasi yang membuatnya mengalami gangguan tidur dan rasa nyeri berkepanjangan.

“Terdakwa sempat berkonsultasi, tapi malah mendapat penjelasan bahwa penanganannya seperti pasien umum. Itu memicu emosinya,” tambahnya.

Taufan menyatakan bahwa kliennya telah menyampaikan permintaan maaf secara pribadi kepada dr. Faradina. Meskipun dokter secara pribadi telah memaafkan, pihak manajemen RS BDH tetap mendorong proses hukum berjalan.

“Secara pribadi Bu Dokter sudah memaafkan. Tapi manajemen RS BDH menegaskan proses hukum tetap lanjut,” pungkas Taufan.

Peristiwa penganiayaan terjadi pada 25 April 2025. Norliyanti yang merasa tidak puas dengan hasil operasi yang dilakukan dr. Faradina di RSUD Bhakti Dharma Husada (RS BDH), memutuskan untuk mendatangi rumah sakit tersebut dengan membawa batu gragal yang dibungkus dan disembunyikan dalam tas.

Sekitar pukul 11.00 WIB, saat melihat dr. Faradina sedang bekerja di Poli Bedah Umum, terdakwa langsung memukulkan batu tersebut ke bagian belakang kepala korban sebanyak dua kali, dan dua kali ke bagian punggung.

Akibat serangan itu, dr. Faradina mengalami luka robek di bagian kepala kanan dan kiri, serta memar di punggung, seperti yang tertuang dalam Visum et Repertum yang dikeluarkan oleh dr. Ariyanto Wibowo, Sp.FM, dari RS BDH. Luka tersebut dikategorikan menyebabkan hambatan pekerjaan sementara waktu. [uci/but]