Alihkan Status Sawah Jadi Permukiman, Warga Jember Mengaku Ditipu Rp 215 Juta

Alihkan Status Sawah Jadi Permukiman, Warga Jember Mengaku Ditipu Rp 215 Juta

Jember (beritajatim.com) – Siti Aisah (52), perempuan warga Desa Rowotamtu, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember, Jawa Timur, mengaku ditipu sebesar Rp 215 juta saat hendak mengalihkan status tanahnya dari lahan sawah dilindungi (LSD) menjadi pemukiman.

Tak hanya kena tipu. Aisah juga digugat perdata oleh terduga penipu berinisial HS, seorang warga Kelurahan Tegal Besar, Kecamatan Kaliwates, di Pengadilan Negeri Jember.

Semua berawal pada Mei 2023, saat Aisah meminta bantuan HS untuk mengurus perizinan pengalihan lahan sawah dilindungi miliknya. HS mematok tarif Rp 200 juta plus biaya operasional Rp 5 juta.

“Namun setelah ditunggu dan berkali-kali berkomunikasi, ternyata prosesnya tidak juga selesai,” kata Anwar Nuris, pengacara Aisah, Kamis (20/11/2025).

Tak sabar, Aisah meminta HS mengembalikan uang yang sudah diberikan pada Desember 2023. “Klien saya berkali-kali menagih secara kekeluargaan. Tapi HS ini terkesan menghindar,” kata Nuris.

Suatu saat HS menemui Aisah dan menawarkan kavling tanah seluas 84 meter persegi di Kecamatan Kaliwates untuk mengganti uang Rp 200 juta tersebut. “HS mengatakan, tanah itu adalah miliknya. Kalau mau menambah uang Rp 10 juta, AJB (Akad Jual Beli) akan segera dibuatkan,” kata Nuris.

Aisah setuju. “Namun yang terbit bukanAJB, tapi surat pemesanan tanah kavling yang membuat seolah-olah kesepakatan ini tidak ada kaitan dengan (ganti uang) tanah LSD,” kata Nuris.

Belakangan sejumlah karyawan HS mendatangi Aisah. “Di situlah mereka menceritakan bahwa tanah yang kavling tersebut bukan tanah HS, karena belum dibayar sama sekali. Kemudian izin-izin kavlingan di sana sama sekali tidak ada,” kata Nuris.

Merasa dipermainkan, Aisah mendatangi HS dan minta pengembalian uang. “Karena diminta kembali uangnya tidak ada, klien kami melapor ke Polsek Rambipuji dengan dugaan penipuan penggelapan,” kata Nuris.

Ingin persoalan cepat selesai, Nuris meminta laporan itu dilimpahkan ke Kepolisian Resor Jember. “Saat proses pelimpahan itu, terlapor HS mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jember. Obyek gugatannya kuitansi tadi. Seolah-olah ini hubungan jual beli sehingga mengikat secara keperdataan dan tidak bisa diproses pidananya,” katanya.

Padahal, lanjut Nuris, persoalannya bukan pada kuitansi melainkan obyek tanah dalam kuitansi tersebut. “Tanah kavlingan itu bukan milik HS,” katanya.

Sementara itu, menurut Nuris, dalam persidangan perdata juga tidak ada bukti tanah kavling yang ditawarkan kepada Aisah adalah milik HS. “Izin-izin layaknya perumahan juga tidak ada,” katanya.

“Dalam amat putusannya pada 12 November 2025, majelis hakim menyatakan menerima gugatan penggugat seluruhnya. Tapi kalau kita baca menyeluruh dalam pertimbangan hukumnya, hakim menyatakan bahwa terkait pelaporan pidana, majelis hakim tidak memiliki kewenangan. Sepenuhnya diserahkan kepada penyidik,” kata Nuris.

Di sini, menurut Nuris, hakim menyadari bahwa perkara perdata dan pidana ini tidak bisa dicampuradukkan. “Maka dari itu kami berharap aparat penegak hukum tidak ragu-ragu lagi,” katanya. [wir]