Surabaya (beritajatim.com) – Sahat Tua P Simandjutak sempat menyangkal menerima suap Rp 39,5 miliar sebagaimana dakwaan Jaksa KPK, hal itu disampaikan Sahat dalam pembelaan (pledoi) yang dia bacakan dalam persidangan akhir Agustus 2023 lalu. Namun, alasan Sahat tersebut tidak bisa diterima oleh majelis hakim yang diketuai Dewa Suardita.
Sebab, dalam amar putusan majelis hakim disebutkan bahwa bahwa Terdakwa Sahat tidak bisa membuktikan pernyataannya. ” Sedangkan dakwaan JPU bisa dibuktikan dari keterangan Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi,” ujar ketua majelis hakim Dewa Suardita dalam amar putusannya.
Pun demikian dengan alasan Sahat bahwa dia tidak mengenal Moch Qosim (meninggal dunia) yang disebut memiliki peran perantara penyerahan uang suap dari Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi. Sahat hanya mengakui mengenal Rusdi (terdakwa berkas terpisah) yang dia akui memang dia perintahkan untuk menerima sejumlah uang dari Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi.
“ Saya tidak pernah mengenal Moch Qosim. Saya hanya menerima yang pertama saya terima Rp 1,7 miliar. Kemudian ditambah Rp 1 miliar. Jadi totalnya Rp 2,7 miliar yang mulia,” ujar Sahat.
Namun alasan Sahat tersebut kembali dimentahkan majelis hakim. Hakim mengatakan berdasarkan bukti chat WA dan kesaksian dari Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi, JPU bisa membuktikan bahwa Sahat Tua Simanjuntak mengenal Moch Qosim.
Atas dasar itulah, majelis hakim mengesampingkan seluruh pembelaan Sahat Tua P Simandjutak. Dan menghukum Sahat dengan pidana penjara selama sembilan tahun, denda Rp 1 miliar, yang pengganti Rp 39,5 miliar serta pencabutan hak berpolitik selama empat tahun. [uci/kun]
BACA JUGA: Sahat Wajib Bayar Rp 39 Miliar, Jika Tak Dibayar, Hartanya Disita