Aktivitas Tambang di Desa Taji Diduga Ilegal, DLHP Magetan: Belum Ada Izin Lengkap

Aktivitas Tambang di Desa Taji Diduga Ilegal, DLHP Magetan: Belum Ada Izin Lengkap

Magetan (beritajatim.com) – Aktivitas tambang di Desa Taji, Kecamatan Karas, Kabupaten Magetan, kembali menjadi perhatian publik. Tambang yang sebelumnya ditutup sementara oleh Pemerintah Kabupaten Magetan pada 8 Mei lalu, kini diklaim telah kembali beroperasi sejak Minggu, 15 Juni 2025.

Ali, salah seorang perwakilan tambang milik PT Budi Trijaya Sentosa itu mangaku jika sudah mendapatkan izin untuk melakukan operasional. ”Sudah boleh beroperasi. Sudah ada izinnya lengkap,” klaimnya, Senin (16/6/2025)

Namun klaim tersebut langsung dibantah oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Pangan (DLHP) Kabupaten Magetan.
Penutupan sebelumnya dilakukan menyusul inspeksi mendadak oleh Penjabat (Pj) Bupati Magetan bersama sejumlah pejabat.

Hasil temuan menunjukkan bahwa tambang milik PT Budi Trijaya Sentosa hanya mengantongi Surat Izin Pertambangan Batuan (SIPB) tanpa melengkapi dokumen lain yang diwajibkan oleh peraturan. Selain itu, sejumlah truk pengangkut material juga ditemukan dalam kondisi Over Dimension Over Loading (ODOL) yang berisiko tinggi terhadap keselamatan lalu lintas.

“Saat ini dokumen perizinannya belum terpenuhi,” kata Kepala DLHP Saif Muchlissun pada Selasa (17/6/2025)
Ia menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, kewenangan perizinan memang berada di pemerintah pusat, dengan pemerintah provinsi sebagai pelaksana teknis. Namun demikian, peran pemerintah kabupaten tetap krusial dalam pengawasan tata ruang serta pelestarian lingkungan hidup.

“Kalau sudah operasional padahal izin belum lengkap, maka kegiatan pertambangan tersebut bisa dikatakan ilegal atau di luar Izin Usaha Pertambangan (IUP),” tegasnya.

Saif juga mengungkapkan bahwa DLHP Magetan akan segera berkoordinasi dengan aparat penegak hukum, seperti Polri dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di sektor ESDM, guna menindaklanjuti potensi pelanggaran hukum di lapangan.

Menurutnya, saat ini lokasi tambang di wilayah Desa Taji dan Slawe masih dalam proses pengajuan rekomendasi bupati sebagai bagian dari syarat perizinan. Bila aktivitas tambang tetap berlangsung sebelum seluruh persyaratan administratif terpenuhi, maka hal itu bisa berujung pada masalah hukum dan berdampak negatif bagi pemilik usaha tambang.

“Kalau tidak menaati apa yang sudah ditentukan atau melanggar, maka saya pastikan akan berpengaruh pada pengusaha atau penambang ini. Dan tentunya akan mempersulit langkahnya dalam memohon perizinan,” pungkasnya. [fiq/beq]