Bisnis.com, JAKARTA — Akamai Technologies, perusahaan global di bidang keamanan siber dan komputasi awan, akan makin gencar membidik pasar korporasi di Indonesia pada 2026. Dengan populasi melek teknologi dan pertumbuhan e-commerce yang pesat, Akamai melihat Indonesia sebagai pasar potensial.
Executive Vice President & General Manager Security Technology Group Akamai Technologies Mani Sundaram menjelaskan dalam merangkul lebih banyak pelanggan enterprise di Indonesia, Akamai akan memperluas jangkauan melalui kemitraan lokal dan menggelar acara besar.
Mani menekankan Indonesia sebagai negara berkembang sedang bergerak cepat dalam mengadopsi standar teknologi baru, sehingga membutuhkan solusi keamanan untuk menjaga pertumbuhan tersebut.
“Ketika hal itu [inovasi kuat] terjadi, kami melihat antusiasme besar di pasar, karena masyarakat mulai melakukan hal-hal baru dan berbeda. Bagi kami, itu adalah peluang besar,” kata Mani di Jakarta, Selasa (28/10/2025).
Di sisi lain, Mani mengakui adanya risiko yang menyertai transformasi digital dan inovasi kuat tersebut. Serangan peretas dapat terjadi sewaktu-waktu yang menyasar berbagai sektor krusial.
Untuk memitigasi serangan, Akamai bersama mitra akan terus menginformasikan perkembangan terbaru landskap serangan siber dan langkah untuk menghadapinya.
Kinerja
Mengenai performa bisnis Akamai, Mani menyatakan perusahaan sedang mengalami pertumbuhan positif di wilayah Asia Pasifik, termasuk Indonesia, sepanjang 9 bulan pertama 2025.
Pertumbuhan positif itu akan terus dipertahankan melalui solusi keamanan baru, dan juga memperkuat ekosistem mereka di Asia Pasifik.
“Kami selalu berupaya mencapai pertumbuhan pendapatan dua digit. APJ (Asia Pacific & Japan) merupakan salah satu wilayah dengan pertumbuhan tercepat kami saat ini,” kata Mani.
Mengenai tantangan di pasar Asia-Pasifik, termasuk Indonesia, kata Mani, banyak negara di Asia Pasifik yang kini mulai menjalankan rencana untuk menyediakan lebih banyak layanan bagi warganya. Namun, belum banyak yang sadar akan ancaman yang mengintai.
Kata Mani sangat sedikit organisasi di Asia Pasifik yang memprioritaskan keamanan di tengah transformasi besar-besaran. Hal ini dilihat oleh peretas sebagai sasaran empuk.
“Hal lain yang bisa anda saksikan adalah para peretas juga memperhatikan hal ini dan mulai menyasar organisasi-organisasi yang memiliki sistem keamanan lemah,” kata Mani.
3 Sektor Terlemah
Mengenai sektor yang paling diincar oleh peretas, menurut Mani, ada tiga sektor yaitu, sektor layanan keuangan, pemerintahan, dan kesehatan.
Sektor layanan keuangan menjadi yang paling berisiko karena melibatkan aset finansial besar, seperti bank, fintech, dan brokerage.
“Para pelaku kejahatan akan selalu mengikuti ke mana uang berada. Jadi, kapan pun ada bank atau lembaga keuangan di mana terdapat uang yang bisa disusupi, di situlah para penyerang biasanya muncul,” kata Mani.
Sektor pemerintahan juga tak kalah rentan, terutama karena menyediakan layanan publik esensial yang semakin bergantung pada platform digital. Sementara itu, sektor kesehatan menjadi sasaran karena data medis yang bernilai tinggi di pasar gelap—bisa dijual hingga US$250 per rekam medis.
Mani menyebut kombinasi ketiga sektor ini sebagai yang paling rentan secara global, dan di Indonesia, hal ini diperburuk oleh lemahnya profil keamanan di rumah sakit serta platform kesehatan digital.
