Ahli Teliti DNA Wanita 117 Tahun Demi Temukan Rahasia Panjang Umur, Ini Hasilnya

Ahli Teliti DNA Wanita 117 Tahun Demi Temukan Rahasia Panjang Umur, Ini Hasilnya

Jakarta

Ahli di Spanyol melakukan penelitian DNA terhadap salah satu orang tertua di dunia bernama Maria Branyas yang bisa hidup hingga 117 tahun. Hasil penelitian ini dilakukan berdasarkan sampel darah, air liur, urine, dan feses Maria yang sudah disumbangkans sebelum ia wafat pada 2024. Pada saat itu, ia menyandang status manusia tertua yang masih hidup di dunia.

Tim peneliti dari Josep Carreras Leukaemia Research Institute di Barcelona menemukan sel-sel tubuh Maria ‘berperilaku’ seolah-olah jauh lebih muda dibanding usia aslinya. Pada usia senjanya, Maria secara umum berada dalam kondisi kesehatan yang sangat baik.

“Kesehatan kardiovaskulernya prima dan tingkat peradangan yang sangat rendah,” ujar peneliti dikutip dari Science Alert, Rabu (31/12/2025).

Sistem kekebalan tubuh dan mikrobioma ususnya juga menunjukkan penanda biologis yang lazim ditemukan pada kelompok usia yang jauh lebih muda. Maria memiliki kadar kolesterol ‘jahat’ dan trigliserida yang sangat rendah, serta kadar kolesterol ‘baik’ yang tinggi.

Menurut ahli, seluruh faktor tersebut kemungkinan besar berkontribusi pada kesehatan yang luar biasa dan umur panjang.

“Umur manusia yang sangat panjang, seperti yang terlihat pada para supercentenarian, menghadirkan sebuah paradoks dalam memahami penuaan, meskipun usianya sangat lanjut, mereka tetap mempertahankan kesehatan yang relatif baik,” tulis peneliti.

Maria memiliki kehidupan yang aktif secara mental, sosial, dan fisik. Namun, ia juga beruntung dalam sisi genetik.

Pola makan mediterania yang dilakukannya tiap hari juga berperan dalam faktor panjang umurnya. Menurut ahli, hidup panjang umur dipengaruhi oleh kombinasi kompleks antara faktor genetik dan lingkungan.

Peneliti menemukan telomer Maria mengalami penyusutan yang sangat signifikan, padahal struktur ini berperan melindungi ujung kromosom. Umumnya, telomer yang pendek dikaitkan dengan risiko kematian yang lebih tinggi, tapi pada manusia dengan usia sangat lanjut, panjang telomer ternyata tidak lagi menjadi penanda penuaan yang dapat diandalkan.

Bahkan, telomer yang sangat pendek justru diduga memberi keuntungan biologis. Umur sel yang lebih singkat mungkin membatasi kemampuan sel abnormal, termasuk sel kanker untuk berkembang dan menyebar.

“Temuan ini memberikan sudut pandang baru tentang biologi penuaan manusia dengan mengusulkan biomarker untuk penuaan sehat serta strategi potensial untuk meningkatkan harapan hidup,” tandas peneliti.

Halaman 2 dari 2

(avk/naf)