Surabaya (beritajatim.com) – Sidang lanjutan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang melibatkan terdakwa Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra kembali digelar pada Rabu (4/12/2024).
Dalam sidang tersebut, Syahrial Martanto, S.H., selaku Ahli Penilai Restitusi dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), menyatakan bahwa korban, dokter Mae’dy, layak mendapatkan restitusi atau ganti rugi atas penderitaan fisik dan psikis yang dialaminya.
Menurut Syahrial, restitusi diatur dalam Pasal 4 Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2022. Korban tindak pidana, termasuk KDRT, berhak mengajukan restitusi untuk mengganti kerugian materil dan imateril yang dialami.
“Korban KDRT masuk dalam kategori tindak pidana lain yang diatur dalam Perma Nomor 1 Tahun 2022. Mereka berhak mengajukan ganti rugi atas kerugian nyata, seperti biaya perawatan medis dan psikologis,” jelasnya.
Ahli juga menegaskan bahwa aturan tersebut mengikat semua jenis peradilan, termasuk peradilan militer, berdasarkan mandat Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014.
Syahrial memaparkan prosedur pengajuan restitusi yang dimulai dari permohonan tertulis korban kepada LPSK, penyidik, atau penuntut umum.
Permohonan tersebut harus mencakup: informasi identitas korban, data tersangka atau terdakwa, kronologi kejadian, besaran kerugian yang timbul, dan permintaan jumlah restitusi.
LPSK kemudian akan menelaah permohonan dan, jika disetujui, mengeluarkan surat keputusan yang memuat rincian ganti rugi.
“Jika hakim mengabulkan restitusi, terdakwa wajib membayar dalam waktu 30 hari setelah keputusan berkekuatan hukum tetap. Jika tidak, jaksa dapat menyita harta terdakwa untuk dilelang,” tambah Syahrial.
Kuasa hukum dokter Mae’dy, Mahendra Suhartono, berharap majelis hakim memberikan putusan yang adil terkait permohonan restitusi ini. Ia menilai restitusi penting untuk memulihkan kondisi korban yang mengalami trauma mendalam akibat tindak pidana KDRT.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan anggota militer aktif dan membuka wacana pentingnya perlindungan hukum yang lebih kuat bagi korban KDRT, termasuk dalam lingkup peradilan militer. [uci/ian]
