Surabaya (beritajatim.com) – Kader PDI Perjuangan (PDIP) Surabaya, Achmad Hidayat, mengajak semua elemen bangsa untuk berani melakukan pengakuan kesalahan sebagai langkah awal menyelamatkan kehidupan berbangsa dan bernegara. Menurut dia, sikap ini penting agar bangsa Indonesia bisa keluar dari lingkaran konflik dan ketidakpercayaan yang saat ini terus terjadi.
“Pengakuan kesalahan diperlukan agar semua pihak bisa sama-sama memperbaiki diri demi keselamatan bangsa. Ini harus dimulai dari pemimpin hingga masyarakat biasa,” kata Achmad di Surabaya, Sabtu (13/9/2025).
Politisi muda ini mengungkap kondisi Indonesia yang hampir setiap hari diwarnai aksi unjuk rasa, demonstrasi, dan gelombang ketidakpuasan publik. Menurut dia, jika situasi ini terus dibiarkan, maka akan berdampak buruk pada stabilitas negara dan kehidupan masyarakat.
“Perkembangan situasi kehidupan berbangsa dan bernegara hampir setiap hari diwarnai berita aksi unjuk rasa, demonstrasi, dan ketidakpuasan masyarakat. Hal ini apabila terus menerus terjadi tentu tidak baik bagi kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara,” ujar mantan aktivis GMNI.
Achmad juga mengkritik paradigma kepemimpinan saat ini yang cenderung mengedepankan “Yes Man” ketimbang “Right Man”. Kondisi ini, kata dia, justru memicu konflik, pembunuhan karakter, hingga krisis kepercayaan terhadap pemimpin.
“Kita ini dipertontonkan bahwa pemimpin di berbagai tingkatan harus menjadi ‘Yes Man’, bukan ‘Right Man’. Sehingga justifikasi, pembunuhan karakter, dan konflik itu muncul,” tegasnya.
Ia menjelaskan, “Yes Man” adalah pemimpin yang berusaha memenuhi semua kebutuhan rakyat tanpa memperhitungkan batas kemampuan, sementara manusia tidaklah sempurna. Sedangkan “Right Man” adalah pemimpin yang sadar akan keterbatasannya, memberikan yang terbaik, dan terus memperbaiki diri.
“Selama ini yang dipertontonkan adalah kebaikan dan prestasi. Sehingga apabila ada kekurangan walaupun kecil, terekspose di publik dan menjadi bulan-bulanan masyarakat,” tambah dia.
Achmad menegaskan, pengakuan kesalahan bukanlah kelemahan, melainkan bentuk keberanian dan integritas. Dengan begitu, masyarakat dapat memberikan kritik yang sehat sekaligus dukungan moral kepada pemimpin.
“Seperti terminologi Yin dan Yang, jangan sampai kebaikannya banyak hanya karena setitik kesalahan lalu dihakimi. Sebaliknya, jangan memuja-muja karena tampaknya baik dan bersih, padahal menyimpan tabir hitam yang lebih besar,” ungkapnya.
Dia berharap gerakan ini mampu menggugah kesadaran semua pihak untuk membangun bangsa yang lebih solid. Dengan rasa saling memiliki dan saling menjaga, Achmad yakin Indonesia bisa lebih kuat menghadapi tantangan global.
“Dengan gerakan pengakuan kesalahan ini, kita bisa saling memiliki dan saling menjaga sebagai sesama anak bangsa. Ini penting untuk membangun Indonesia yang lebih kuat dan berkeadilan,” pungkasnya. [asg/ian]
