Jember (beritajatim.com) – Sisa lebih penggunaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (Silpa) Kabupaten Jember, Jawa Timur, Tahun Anggaran 2025 kurang lebih Rp 700 miliar, terhitung pada 19 Desember 2025.
Tingginya angka silpa ini tak lepas dari sejumlah proyek yang tidak terlaksana hingga akhir tahun anggaran 2025. “Banyak program yang diusulkan masyarakat, sudah dicek, disurvei, Enggak direalisasiikan,” kata Sekretaris Komisi C DPRD Jember David Handoko, dalam rapat dengar pendapat Badan Anggaran dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), di gedung DPRD Jember, Senun (29/12/2025).
Menurut David, ada juga sejumlah rekanan yang tidak mengerjakan proyek tepat waktu. “Kami mendapatkan informasi dari Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga, bahwa ada 140 paket kegiatan yang melewati masa kontrak,” katanya.
Sebagian rekanan tersebut sudah direkomendasikan Komisi C DPRD Jember untuk dimasukkan daftar hitam dan dicekal untuk memperoleh proyek APBD karena tidak beres bekerja pada tahun sebelumnya. Namun rekomendasi itu diabaikan Pemkab Jember. “Kami ingin Pemkab Jember tegas,” kata David.
Dengan banyaknya paket pekerjaan infrastruktur yang belum diselesaikan, David mengatakan, jumlah silpa akan semakin membengkak. “Kami ingin paket-paket yang tidak bisa dikerjakan, rekanannya langsung saja di-blacklist,” katanya.
David minta pemerintah daerah tidak tebang pilih dalam memperlakukan pengusaha proyek yang tidak beres bekerja. Tidak selesainya pekerjaan infrastruktur yang dibiayai APBD Jember, menurut David, merugikan rakyat.
“Kalau enggak di-blacklist besok, mereka akan tenang-tenang saja, karena akan dapat paket pekerjaan lagi. Padahal tahun ini dia tidak bisa memegang komitmen, tidak bisa mengerjakan,” kata David.
Ketua DPRD Jember Ahmad Halim meminta Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ) Kabupaten Jember untuk menginventarisasi perusahaan-perusahaan kontraktor baru yang tidak punya modal. “Mereka modalnya dengkul, modalnya cuma surat SPM (Surat Perintah Mengerjakan) yang kemudian dijaminkan ke bank enggak laku,” katanya.
“Mungkin nanti ada rekomendasi khusus dari Komisi C, terutama terhadap rekanan-rekanan yang tidak qualified. Kita mendengar banyak keluhan dari pengusaha AMP (Asphalt Mixing Plant atau pembuat campuran aspal), mereka (rekanan proyek) datang hanya untuk cari utangan. Sementara AMP harus beli cash untuk aspalnya,” lkata Halim.
Jangan Menumpuk di Akhr Tahun
Anggota Komisi A dari Partai Keadilan Sejahtera Nurhasan berharap realisasi APBD 2026 tidak menumpuk jelang akhir tahun anggaran. “Jadi kalau bisa mulai bulan kedua, ketiga, dan keempat, proyek apapun bentuknya dilaksanakan. Jangan ditunda-tunda, yang akhirnya numpuk di akhir tahun. Bikin kelabakan, dan banyak juga anggaran yang enggak terserap akhirnya,” katanya.
Nurhasan yakin petumbuhan ekonomi Jember akan optimal jika APBD direalisasikan sejak awal tahun anggaran. “Kalau kayak kemarin, November awal masih nyantai-nyantai semua. Pertengahan, gruduk-gruduk-kruduk, kelabakan semua. Ini kan enggak baik, untuk semuanya,” katanya.
David Handoko Seto meminta bupati untuk mengevaluasi semua organisasi perangkat daerah (OPD) yang gagal melaksanakan program sesuai rencana kerja.
“Kami minta Sekda selaku Ketua Bapperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan), untuk mengevaluasi kepala-kepala OPD yang tahun ini tidak bisa merealisasikan rencana kerja, Bukan hanya di-blacklist, tapi non job,” kata David.
“Kalau mereka mengerjakan tugasnya setengah-setengah. Tidak pasang badan untuk kepentingan rakyat atas APBD, ya sudah, berarti hanya cari aman,” kata David.
Sementara Ketua Komisi C Ardi Pujo Prabowo berharap sudah ada pergerakan realisasi APBD pada triwulan kedua tahun anggaran 2026.
Proses Penyusunan APBD Terlambat
Ketua Fraksi PDI Perjuangan Edi Cahyo Purnomo mengkritisi penyusunan APBD selalu berulang dari tahun ke tahun.
“Penyampaian Rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) oleh TAPD kepada Bupati yang seharusnya pada minggu pertama Juli awal, kemarin terlambat pada 15 September 2025,” katanya.
KUA-PPAS adalah dua dokumen penting dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang menjadi pedoman utama bagi pemerintah daerah dalam merencanakan dan mengalokasikan anggaran agar selaras dengan tujuan pembangunan dan prioritas daerah.
Keterlambatan ini, menurut Purnomo, berdampak pada keterlambatan proses pembahasan berikutnya. “Ini menjadi catatan kami agar TAPD lebih fokus dan lebih serius dalam penyusunan APBD,” kata Purnomo.
Jika proses itu tidak terlambat, menurut Purnomo, DPRD Jember bisa bisa lebih berfokus menerima dan menampung masukan dari masyarakat.
Namun nasi sudah menjadi bubur, “Kami berharap untuk tahun depan jangan terulang kembali. Mulai dari perencanaan, pembangunan, eksekusi anggaran bisa dilaksanakan di triwulan kedua dan ketiga,” kata Purnomo.
Pernyataan Purnomo itu diperkuat Wakil Ketua DPRD Jember Widarto. “Kita tentu berkomitmen agar pemerintahan ini dari waktu ke waktu semakin baik. Tapi kalau kita lihat dari tahapan jadwal, beberapa tahapan yang terlambat itu harus diakui dari eksekutif. Jadi di DPRD sebetulnya semuanya berjalan sesuai tahapan,” katanya.
“Ke depan saya berharap itu menjadi catatan: dari eksekutif bisa tertib, lalu kemudian tahapan di sini (DPRD) bisa berjalan, dan semuanya bisa sesuai tahapan. Saya yakin ini akan juga menjadi salah satu penilaian beberapa indikator-indikator pemerintahan ini bisa berjalan baik,” kata Widarto.
Widarto juga menyinggung konsistensi pelaksanaan program. “Tidak boleh ada perubahan-perubahan dari apa yang sudah disepakati. Sesuatu yang sudah disepakati di APBD dan KUA bisa jadi berubah di tengah jalan dan inilah yang kemudian berakibat terhadap serapan anggaran yang rendah, molornya beberapa program kegiatan,” katanya. [wir]
