Ponorogo (beritajatim.com) – Di balik tembok tinggi Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIB Ponorogo, persoalan klasik pemasyarakatan kembali mengemuka, yakni kelebihan kapasitas. Program remisi yang rutin digulirkan pemerintah setiap tahun ternyata belum sepenuhnya mampu menahan laju pertambahan warga binaan.
Rutan yang idealnya hanya menampung 107 warga binaan (wabin) itu kini harus berbagi ruang dengan 239 orang, baik berstatus narapidana maupun tahanan. Artinya, daya tampung telah terlampaui lebih dari dua kali lipat.
Kepala Rutan Kelas IIB Ponorogo, Muhammad Agung Nugroho, tak menampik kondisi tersebut. Ia menyebut, meski jumlah penghuni saat ini mengalami penurunan dibanding periode sebelumnya, situasi overload masih terjadi di rutan yang bangunannya merupakan peninggalan kolonial Belanda itu.
“Meski jumlahnya menurun dari biasanya yang mencapai 300-an, tapi kondisinya tetap overload,” ungkap Muhammad Agung Nugroho, Senin (29/12/2025).
Fenomena ini bukan semata persoalan lokal. Menurut Agung, hampir seluruh rutan dan lembaga pemasyarakatan di berbagai daerah menghadapi masalah serupa, yakni jumlah penghuni tak sebanding dengan kapasitas fisik bangunan.
Namun demikian, Rutan Ponorogo masih dinilai mampu mengelola kondisi tersebut secara terkendali. Pengaturan blok hunian, pengawasan, hingga pelayanan dasar bagi warga binaan tetap dijalankan sesuai prosedur yang berlaku.
“Memang biasanya jadi lokasi layaran dari daerah lain, tapi sejak tujuh bulan terakhir ini kita belum dapat layaran,” ungkap Agung.
Menariknya, meski dalam kondisi padat, Rutan Kelas IIB Ponorogo tetap menjalankan fungsi ganda. Selain menampung warga binaan laki-laki, rutan ini juga menjadi tempat pembinaan bagi warga binaan perempuan. Sehingga pengelolaan keamanan dan ketertiban dilakukan dengan pengawasan ekstra.
Agung menegaskan, standar keamanan tetap diberlakukan ketat, baik untuk warga binaan maupun pengunjung. Prosedur pemeriksaan dan pengamanan tidak dikendurkan meski jumlah penghuni meningkat. Ia juga mengungkapkan bahwa latar belakang kasus para penghuni rutan sangat beragam. Hal itu pun menjadi sebuah potret kecil dari kompleksitas persoalan hukum di masyarakat. “Kasus yang menjerat para napi ini bervariasi, mencerminkan beragam latar belakang pelanggaran hukum,” pungkas Agung. (end/kun)
